Negeri Tanpa Pilot






















Dalam talkshow ‘Sarasehan Anak Negeri’di Metro TV, para tokoh politik yang kritis menilai negeri ini ibarat pesawat tanpa pilot alias dikendalikan dari jarak jauh (autopilot). Pilot yang mereka maksud adalah presiden. Namun, dalam konteks kepemimpinan nasional, pihak yang harus bertanggung jawab bukan hanya presiden, melainkan juga pimpinan lembaga legislatif dan yudikatif.
Di negara ini, memang ada para pemimpin formal namun tidak ada kepemimpinan substansial, yakni kepemimpinan yang menjalankan peran dan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif secara konstitusional. Akibatnya, rakyat tidak mendapatkan haknya, yakni hak untuk dilindungi, disejahterakan dan dicerdaskan.
Krisis Tiga Lembaga
Rakyat juga tidak mendapatkan gambaran atau pengetahuan tentang cita-cita rezim ini. Mau dibawa ke mana negeri ini? Ini menjadi pertanyaan krusial yang mencemaskan dari hari ke hari.
Pada dimensi eksekutif, negeri ini beroperasi tanpa orientasi kesejahteraan rakyat, kecuali kesejahteraan penguasa. Ibarat pesawat, negeri ini terbang di bawah remote kekuatan eksternal (asing) atau para penguasa modal yang tamak dan anti kemanusiaan. Rakyat sebagai pemiliki sah ‘maskapai penerbangan’ (baca: kedaulatan) diposisikan sebagai korban yang tidak punya pilihan, kecuali mengikuti pesawat yang terbang oleng dan patuh pada pemaksaan para pembajak. Di manakah sang pilot? Mungkin saja ia sedang minum kopi bareng ‘pilot-pilot asing’ yang mengambil alih mengendalikan pesawat.
Pada dimensi legislatif, negeri ini tak lagi memiliki kekuatan kontrol atas praktik penyelenggaraan negara yang auto-pilot dan pelbagai pembajakan hak-hak rakyat. Para aktor legislatif terkadang justru menjadi pendukung para pembajak kesejahteraan publik. Mereka harus sering berhadapan dan konflik dengan rakyat yang (semestinya) menjadi majikannya.
Selain itu, para legislator telah menjelma menjadi entitas elitis dan ekskusif. Tingkah laku mereka tak beda dengan para majikan atau penguasa: serba menuntut dilayani dengan fasilitas mewah. Mereka juga gemar menyusun anggaran domestiknya dengan pertimbangan subjektif: serba besar.
Untuk merenovasi ruangan badan anggaran saja mereka membutuhkan Rp 20,3 miliar. Kursi yang mereka pakai diimpor dari luar negeri (produk Jerman) dengan harga Rp 24 juta/buah. Setelah dicek di lapangan, harga kursi itu ternyata hanya  Rp 9,1 juta (Kompas, 19/1). Ini menjadi salah satu indikator bahwa para wakil rakyat telah kehilangan sensitivitas dan kejujurannya. Di tengah penderitaan rakyat mereka tega berfoya-foya menggunakan uang rakyat.
Ada pun pada dimensi yuridis, negeri ini ibarat koloni bagi para pemangsa (predator) kebenaran dan keadilan. Hukum berjalan berdasarkan remote kekuasaan dan uang, bukan kebenaran dan rasa keadilan.
Hukum hanya galak kepada kaum lemah, namun ramah kepada kelompok kuat dan berlimpah uang. Para penegak hukum hanya berani mengayunkan pedang keadilannya untuk rakyat kecil, tapi tak punya nyali melibas koruptor-koruptor besar dan kuat. Untuk kasus pencurian sandal jepit, cacao, pisang, kayu bakar  dan barang-barang remeh lainnya yang melibatkan wong cilik, mereka begitu ‘heroik’ mewujudkan supremasi hukum. Namun menghadapi koruptor besar, mereka melempem. Mereka menjadikan peradilan sesat sebagai bursa untuk menggaet keuntungan finansial.
Begitulah negeri ini berjalan tertatih-tatih dan gagal menjadi rumah besar rakyat yang mengayomi dan menyejahterakan rakyat akibat krisis tiga lembaga yang menjadi penyelenggara negara: eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Pertanyaannya, dalam negeri tanpa pilot yang kapabel, punya integritas dan komitmen apakah lebih dari 200 juta rakyat hanya cukup diam? Perubahan sulit diharapkan dari lingkaran elite politik-ekonomi yang tidak pro-rakyat. Rakyat mesti menunjukkan kemampuannya untuk mengganti pilot-pilot yang leda-lede dan memble karena rakyat memiliki kedaulatan yang sah. Persoalannya, sekarang kedaulatan itu sedang dibajak  partai politik besar/berkuasa, penguasa modal dan politisi busuk. Saatnya, rakyat menuntut kembali kedaulatannya! q - g. (82-2012).
*) Indra Tranggono, Budayawan
Anda membaca artikel Negeri Tanpa Pilot dan anda bisa menemukan Anchor Text artikel dengan url https://beasiswainfoindo.blogspot.com/2012/01/negeri-tanpa-pilot.html.


Backlink here..

Description: Negeri Tanpa Pilot Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Negeri Tanpa Pilot


Shares News - 22.31


Share your views...

0 Respones to "Negeri Tanpa Pilot"

Posting Komentar