Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini
Dunia tengah menghadapi potensi bencana besar akibat semakin buruknya efek rumah kaca yang disebabkan oleh percepatan pembangunan ekonomi dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tumbuh secara eksponensial atau sebagaimana telah diprediksi oleh Thomas Robert Maltus pada tahun 1798 bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan mengimbangi pertumbuhan penduduk dengan penyediaan pangan memadai. Teori Maltus ringkasnya menyatakan peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami kekurangan pangan. Sehingga agar terhindar dari Teori “jebakan” Maltus tersebut peningkatan teknologi dan industrialisasi dianggap sebagai solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik pangan maupun kebutuhan lainnya. Tetapi, upaya percepatan pembangunan dan teknologi serta industrialisasi yang dilakukan sejak revolusi industri belum disadari memiliki efek samping berupa kerusakan lingkungan.
Selain itu, penggunaan indikator-indikator kemajuan ekonomi yang selama ini dianggap lazim digunakan oleh dunia internasional seperti Gross Domestic Product (GDP) telah membuat kesalahan paradigma pembangunan di banyak negara karena berdampak pada dikesampingkannya hal-hal terkait kelestarian lingkungan demi mengejar kemajuan ekonomi berbasiskan pertumbuhan GDP semata. Namun, ketika Isu pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change) menjadi isu dunia maka kemudian diberbagai konferensi perbaikan lingkungan maupun kegiatan produksi ramah lingkungan menjadi agenda mendesak yang harus segera diwujudkan. Yang perlu diingat bahwa kedua isu tersebut hanya sebagian dari sekian banyak isu lingkungan yang perlu segera diselesaikan dan Ekonomi Hijau (Green Economy) dapat menjadi desain penyelesaian dan keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagaimana yang juga telah disebutkan oleh Prof. Surna Tjahja Djajadiningrat dalam bukunya Ekonomi Hijau, bahwa bagi Indonesia ekonomi hijau adalah satu pilihan yang sangat masuk akal untuk diterapkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, ekonomi Indonesia masih sangat menggantungkan diri pada pengelolaan sumber daya alam sehingga Indonesia sangat berkepentingan terhadap keberlanjutannya. Kedua, dengan menerapkan ekonomi hijau, selain Indonesia akan menjadi pelopor di tingkat global, ekonomi Indonesia akan mengarah kepada ekonomi yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya alam yang terbatas dan juga akan lebih berkelanjutan. Ketiga, penerapan ekonomi hijau akan lebih memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang sudah sangat rusak dan sudah menjadi kendala yang nyata bagi sebagian besar masyarakat.
Konsep sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan) tidak menafikan adanya “waste” dalam proses pembangunan dan produksi, tetapi sustainable development menghendaki “zero pollution” dalam proses pembangunan dan produksi. Oleh karena itulah ekonomi hijau harus berperan untuk menyeimbangkan laju pemanfaatan ataupun eksploitasi lingkungan, pencemaran lingkungan akibat proses produksi, dll dengan peningkatan kemampuan alam atau lingkungan dalam menghancurkan sampah atau limbah agar tidak menjadi polusi.
Telah banyak teori yang berkembang untuk menjelaskan peran ekonomi hijau dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Namun persoalannya bagaimana cara kita untuk menerjemahkannya dalam kerangka kebijakan yang aplikatif. Untuk itu ada baiknya kita membagi peran masing-masing stakeholders dalam palaksanaan ekonomi hijau ini mulai dari kalangan akademisi, masyarakat sipil, swasta/perusahaan, hingga pengambil kebijakan. Akademisi disamping memasukan konsep ekonomi hijau kedalam ideologis berfikirnya, juga diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran, ide, dan gagasan terhadap teknologi ramah lingkungan yang tepat guna dan memiliki nilai ekonomis untuk diproduksi secara masal. Masyarakat sipil berperan untuk turut mengkampanyekan konsep ekonomi hijau sehingga dapat selektif untuk membatasi penggunaan produk yang dapat mencemari lingkungan dan membentuk pola konsumsi yang ramah terhadap lingkungan. Pihak swasta atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti inovasi-inovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi secara masal dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu menyisihkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan. Untuk pihak swasta yang bergerak dibidang perbankan, diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian lingkungan kedalam penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi bunga yang lebih tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat merusak lingkungan dan sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk proses produksi dan konsumsi yang berdampak pada kelestarian lingkungan. Bagi pengambil kebijakan memiliki peranan yang cukup sentral khususnya dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai Ekonomi Hijau yang aplikatif sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan Ekonomi Hijau, termasuk menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara. Hal ini menjadi hal yang tidak mudah dan sentral karena hasil kerja inilah yang akan menjadi kerangka acuan teknis dalam pelaksanaan ekonomi hijau di Indonesia, disamping masalah koordinasi dari para stakeholders yang akan menentukan berhasil atau tidaknya upaya pelaksanaan ekonomi hijau di Indonesia.
Dengan adanya ekonomi hijau diperkirakan kegiatan pembangunan dapat terus berlangsung bahkan pada akhirnya akan memperoleh dampak positif ketika ekonomi hijau telah mampu memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini serta teknologi yang ramah lingkungan (green Technology) dapat di adopsi diseluruh kegiatan produksi. Dan khusus bagi negara-negara dengan sumberdaya alam berlimpah termasuk Indonesia, konsep ini dapat memperkuat posisi tawar Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia.
Dengan menjadikan ekonomi hijau sebagai kritik terhadap paradigma pembangunan saat ini, selain akan menciptakan keberlangsungan pembangunan dan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan juga akan mewujudkan keadilan sosial tidak saja antar masyarakat dalam satu generasi tetapi juga antar generasi. Semoga seluruh pihak secara konsisten untuk menjalankan Ekonomi Hijau ini sehingga harapan besar akan selalu ada untuk anak cucu kita.
Sekian.
Note : * Penulis adalah kandidat master dari Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Umum Keluarga Alumni Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB (KA-FEM IPB), Serta peneliti ekonomi dan moneter
Oleh : Muhammad Islam
Backlink here.. Description: Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini
Share your views...
0 Respones to "Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini"
Posting Komentar