NIKAH SEBAGAI BAGIAN IBADAH
NIKAH SEBAGAI BAGIAN IBADAH
Kompetensi Mahasiswa
Setelah pembahasan ini mahasiswa mampu:
- Menguraikan pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai hukum pernikahan menurut Islam
- Membahas persoalan-persoalan kontemporer dan kontroversial mengenai pernikahan dalam diskusi kelas
A. Pengantar
Masalah nikah memang termasuk bidang muamalah. Namun dalam batas-batas tertentu, Allah telah mengatur tata cara nikah yang diridlai-Nya dan dapat mengantarkan muslim membina keluarga bahagia, dan itulah sebenarnya sisi ibadah dari sebuah pernikahan. Apabila ada beberapa persoalan yang, secara tekstual, belum disebutkan ketentuan hukumnya dalam al-Qur’an dan Hadits, maka ketentuan hukumnya dapat dikembalikan kepada tujuan utama syari’at Islam, yaitu memberikan manfaat dan menghindarkan kerusakan (mudlarat).
Untuk mengetahui secara jelas ketentuan-ketentuan pernikahan yang telah digariskan Allah dalam al-Qur’an dan Hadits, maka berikut ini akan diungkapkan beberapa pemahaman para ulama mengenai pernikahan yang dikehendaki Allah. Sebagai bahan pertimbangan, perlu diangat bahwa, pemahaman ulama tersebut tidak bisa dilepaskan dengan latar belakang mereka, lingkungan sosial yang melingkupinya dan kepentingan yang ada pada diri mereka. Oleh karena itu, perbedaan sosial masyarakat, kemampuan dan kecerdesan, sangat mungkin memberikan ruang gerak dan berfikir kembali dalam melihat pemahaman yang telah dianggap mapan.
B. Pengertian Nikah
Nikah berarti menjadi satu. Seperti perkataan orang Arab ”tanaakahat al-asyjaru”, pohon itu saling menikah, apabila mereka berkumpul dan menjadi satu.
Menurut istilah hukum syara, nikah berarti “suatu akad yang mengandung kemampuan untuk melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafaz ‘inkah” (me-nikahkan) atau lafaz ”tazwij” (mengawinkan). Menurut pendapat yang lebih sahih, kata nikah itu secara hakiky bermakna ”akad” dan secara majazy bermakna”persetubuhan”.
Menurut para ulama mahzab bahwa pernikahan baru dianggap syah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya atau pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali. Dan nikah dianggap tidak sah kalau hanya semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad.
C. Hukum Pernikahan
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah “mubah”, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak berpahala dan ditinggalkan tidak berdosa.
Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib makruh, bahkan haram. Sebagaimana akan dijelaskan berikut :
- Sunnah
Bagi orang yang ingin menikah, dia mampu menikah dan juga bisa mengendalikan diri dari perzinaan apabila tidak segera menikah, maka hukum nikah baginya adalah sunnah. Rosulullah bersabda: ”Wahai para pemuda, jika diantara kamu sudah memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kelamin,(kehormatan). Dan barang siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu akan menjadi penjaga baginya (H.R Bukhari dan Muslim).
- Wajib
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah dan ia khawatir berbuat zina kalau tidak segera menikah, maka hukum nikah bagianya adalah wajib.
- Makruh
Bagi orang yang ingin menikah tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah baginya adalah Makruh.
- Haram
Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan dinikahi, hukum nikah adalah Haram.
D. Tujuan Pernikahan
Secara umum, tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat jenis manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dan dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Apabila tujuan pernikahan yang bersifat umum itu diuraikan secara terperinci, maka tujuan pernikahan yang islami dapat di kemikakan sebagai berikut :
- Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang. Allah SWT berfirman:
“Dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang”. (QS. Arrum 30: 21).
- Untuk memperoleh ketenangan hidup yang sakinah. Allah SWT berfirman:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya”. (QS. Arrum 30: 21)
- Untuk memenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah yang diridhai Allah.
- Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat. Allah berfirman :
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia“. (QS. Al-Kahfi 18: 46).
5. Untuk mewujudkan keluarga bahagia dunia dan akhirat.
E. Rukun Nikah
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah itu adalah sebagai berikut :
- Ada calon suami, dengan syarat laki-laki yang sudah berusia (19 tahun), beragama Islam, tidak di paksa/terpaksa, tidak sedang dalam ihram haji/umrah, dan bukan mahram bagi calon istrinya.
- Ada calon istri, dengan syarat wanita yang sudah berumur (16 tahun), bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahram bagi calon suaminya dan tidak dalam keadaan ihrom haji atau umroh.
- Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah saw. bersabda :
Dari Aisyah ra. ia berkata, Rasulullah saw. telah bersabda: “siapa pun perempuan yang menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah pernikahannya“. (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i dan disahkan oleh Abu ‘Awan, Ibnu Hibban, dan Hakim).
Adapun wali nikah dapat dibagi menjadi 2 macam :
- Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Adapun urutan wali nasab itu adalah :
- Ayah kandung, ayah tiri tidak menjadi wali
- Kakek (ayah dari ayah) dan seterusnya keatas dari garis laki-laki.
- Saudara laki-laki sekandung.
- Saudara laki-laki seayah.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
- Saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah.
- Saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah.
- Anak laki-laki dari saudara laki ayah yang sekandung dengan ayah.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah.
- Wali Hakim, yaitu kepala negara yang beragama Islam. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi kondisi berikut :
- wali nasab benar-benar tidak ada.
- Wali yang lebih dekat tidak memenuhi syarat dan wali yang lebih jauh tidak ada.
- Wali yang lebih dekat bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali nasab urutan berikutnya untuk bertindak sebagai wali nikah.
- Wali nasab sedang berihram haji/umrah.
- Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidak dapat bertindak sebagai wali nikah.
- Wali yang lebih dekat hilang dan tidak diketahui tempat tinggalnya.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah:.
- Beragama Islam, seperti firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat Ali ‘Imron ayat 28
- Laki-laki.
- Baligh dan berakal.
- Merdeka dan bukan hamba sahaya.
- Bersifat adil.
- Tidak sedang ihram/umrah.
- Ada akad nikah, yakni ucapan ijab dan Qabul dalam pernikahan. Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai wanita) sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan.
- Suami wajib memberikan mas kawin (mahar) kepada istrinya, dan mengucapkannya dalam akad nikah. Waktu memberikan mas kawin atau mahar hukumnya sunnah, yaitu bisa diberikan pada waktu akad nikah atau setelahnya. Adapun kadarnya disesuaikan dengan kemampuan calon suami, seperti sabda Rasulullah saw: “Sebaik-baiknya wanita adalah yang paling ringan mas kawinnya”. Tujuannya mas kawin dibuat seringan mungkin adalah agar tidak menghalangi seseorang untuk menikah.
3. Ada dua orang saksi, dengan syarat beragama Islam, laki-laki, baligh (dewasa) dan berakal sehat, dapat mendengar, dapat melihat, dapat bicara, adil dan tidak dalam ihram haji/umrah.
Mahar disebut juga Shadaq, Nihlah, Faridha, Hiba’, Ajr, ‘Aqr, ‘Ala’iq, Thaul danNikah. Terdapat 6 perkataan yang disebutkan dalam al-Qur’an yaitu perkataan Shadaqdan Nihlah dalam firman Allah SWT:
- Surat An-nisa’: 4
- Surat An-nur :33
- Surat An-nisa’: 24 dan 25
F. Wanita Yang Haram Dinikahi (Mahram)
Mahram Atau wanita yang haram dinikahi sebagai berikut:
- Wanita yang haram dinikahi karena keturunan.
- Ibu kandung dan seterusnya keatas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah)
- Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya)
- Saudara perempuan kandung
- Saudara perempuan dari bapak
- Saudara perempuan dari ibu
- Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah
- Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
- Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan
- Ibu yang menyusui
- Saudara perempuan sesusuan
- Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan
- Ibu dari istri
- Anak tiri
- Ibu tiri
- Menantu
- Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian mahramdengan istri. Misalnya haram melakukan poligami terhadap dua orang bersaudara, seperti menikahi seorang perempuan dengan bibinya atau menikahi seorang perempuan dengan keponakannya. Mengenai wanita-wanita yang haram dinikahi telah difirmankan Allah Swt dalam al-qur’an surat al-Nisa` 4: 23.
G. Kewajiban Suami-Istri
Secara umum kewajiban suami istri adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Suami :
- Memberi nafkah, sandang, pangan dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.
- Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak agar menjadi orang-orang yang berguna buat diri sendiri, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara.
- Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (ma’ruf). Misalnya sopan dan hormat kepada istri serta keluarganya, menyayangi istri dan anak-anak dengan niat ikhlas karena Allah serta untuk memperoleh ridha-Nya.
- Memelihara istri dan anak-anak dari bencana baik lahir maupun batin, duniawi maupun ukhrawi.
- Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang sholeh.
2. Kewajiban Istri:
- Taat kepada suami dalam batas-batas tertentu sesuai dengan ajaran Islam.
- Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami, baik di hadapan atau di belakangnya.
- Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarganya.
- Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit, serta memcukupkan nafkah yang diberikan suami sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya, hemat, cermat dan bijaksana.
- Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya.
- Memelihara, mengasuh dan mendidik anak agar menjadi anak yang sholeh.
H. Ijab-Qabul
Dalam suatu pernikahan, salah satu rukun nikah yang harus dipenuhi adalah ijab dan qabul. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Pengertian dan Cara Ijab-Qabul.
- Ijab adalah lafadz yang diucapkan oleh wali kepada pengantin perempuan yang dinikahkan kepada pengantin laki-laki.
Contoh Ijab:
“Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama …………. Binti ………….. dengan mas kawin sebanyak …………. Tunai”.
- Qabul ialah lafadz yang diucapkan oleh pengantin laki-laki sesudah wali mengucapkan ijab sebagai jawabannya.
Contoh Qabul:
“Kuterima nikahnya ………… dengan mas kawin ……… tunai”.
2. Syarat-syarat Ijab-Qabul
- Ijab mesti menggunakan lafaz “ankahtuka” (aku nikahkan engkau) atau lafadz “zawajtuka” (aku kawinkan engkau), tidak boleh menggunakan kata-kata yang lain, umpamanya: “aku jodohkan engkau” dan lain-lain.
- Ijab hendaklah diikuti Qabul oleh pengantin laki-laki dengan segera.
- Ijab dan Qabul hendaklah didengar dan dipahami oleh dua saksi.
- Ijab dan Qabul tidak boleh ber-taklik (penggantungan pada sesuatu kejadian). Contohnya: “Bila anak perempuanku telah di-talak dan habis masa iddahnya, maka sesungguhnya saya kawinkan dengan engkau”
- Ijab dan kabul tidak dibatasi masanya. Umpamanya si wali berkata: “Kunikahkan kau dengan anakku bernama…….. dalam masa 1 tahun”, karena nikah semacam ini tidak sah sekalipun dalam masa yang sangat panjang, karena terjadi seperti nikah mut’ah.
- Dalam ijab-qabul disebutkan bahwa jika mas kawin tidak berupa uang, maka harus disebutkan nama atau jenis barangnya. Mas kawin atau biasa disebut mahar adalah harta yang diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri diwaktu nikah.
I. Perceraian
Perceraian adalah pemutusan ikatan perkawinan. Adapun hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak suami atau istri,talak, fasakh, khuluk, li’an, ila’ dan zhihar.
- Talak
Talak artinya melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan, secara suka rela, ucapan talak dari pihak suami kepada istrinya. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak (rukun talak) ada 3 macam, yaitu :
- yang menjatuhkan talak (suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
- Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
- Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).
- Fasakh
Fasakh adalah pembatalan pernikahan antara suami istri karena sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab yang dapat merusak akad nikah, misalnya sebagai berikut:
- Setelah akad nikah dilaksanakan dan bergaul sebagai suami istri ternyata diketahui bahwa istrinya itu termasuk mahram suaminya.
- Suami atau istri murtad.
- Pada mulanya suami istri sama-sama musyrik, tetapi kemudian salah satu dari keduanya masuk islam sedangkan yang satunya tetap musyrik.
- Khulu’
Khulu’ adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya, dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik dengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya atau dengan memberikan sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.
- Li’an
Li’an adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina (karena suami tidak dapat mengajukan 4 orang saksi yang melihat istrinya berzina) dengan mengangkat sumpah 4 kali didepan hakim dan pada ucapan kelima kalinya dia mengatakan: “Laknat (kutukan) Allah SWT akan ditimpakan atas diriku, apabila tuduhanku itu dusta”.
- Ila’
Ila’ adalah sumpah suami yang mengatakan bahwa dia tidak akan meniduri istrinya selama 4 bulan atau lebih, dalam masa yang tidak ditentukan.
Adapun kifarat sumpah ila’ yang harus dipenuhi oleh suami, boleh memilih diantara 3 hal berikut :
- Memberi makan 10 orang miskin, setiap orangnya ¾ liter beras.
- Memberi pakaian kepada 10 orang miskin dengan pakaian yang layak buat mereka.
- Memerdekakan seorang hamba sahaya.
6. Dzihar
Dzihar adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya sama dengan ibunya, seperti suami berkata pada istrinya, “punggungmu sama dengan punggung ibuku”.
J. Hadlanah
Hadhanah adalah memelihara, menjaga, mendidik, dan mengatur segala kepentingan (urusan) anak-anak yang belum mumayyis (belum dapat membedakan tindakan yang baik dan yang buruk bagi dirinya)
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang melaksanaanhadhanah adalah sebagai berikut:
- 1. Berakal sehat
- 2. Merdeka
- 3. Beragama islam mengamalkan ajarannya dan mamiliki kepribadian terpuji
- 4. Dapat menjaga kehormatan dirinya dan nama baik ana-anak asuhnya
- 5. Bersifat jujur dan dapat dipercaya
- 6. Tetap tinggal didalam negri anak-anak yang diasuhnya
K. Ruju’
Rujuk adalah kembalinya suami kepada ikatan nikah dengan istrinya sebagaimana semula, selama istrinya masih berada dalam masa iddah roj’iyah.
Hukum rujuk asalnya mubah, artinya boleh rujuk dan boleh tidak, akan tetapi, hukum rujuk bisa berubah, sebagai berikut :
- Sunnah. Misalnya apabila rujuknya suami kepada istrinya dengan niat karena Allah SWT, untuk memperbaiki sikap dan prilaku serta bertekad untuk menjadikan rumah tangganya sebagai rumah tangga bahagia.
- Wajib. Misalnya bagi suami yang mentalak salah seorang istrinya, sedangkan sebelum mentalaknya, ia belum menyempurnakan pembagian waktunya.
- Makruh (dibenci). Apabila meneruskan perceraian lebih bermanfaat daripada rujuk.
- Haram. Misalnya jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri atau untuk mendurhakai Allah SWT.
Rukun rujuk ada 4 macam, yaitu :
- Istri sudah bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada pada masa iddah roj’iyah.
- Keinginan rujuk suami, atas kehendak sendiri bukan karena dipaksa.
- Ada 2 orang saksi yaitu 2 saksi laki-laki yang adil.
- Ada sighat atau ucapan rujuk. Misalnya suami berkata pada istri yang diceraikannya dan masih berada dalam masa iddah roj’iyah: “saya rujuk kepada engkau”.
L. Persoalan yang Perlu Didiskusikan dalam Kelas
Itulah beberapa ketentuan umum pernikahan menurut Islam. Tetapi, seiring dengan fenomena modern akibat perubahan sosial masyarakat yang ada, banyak sekali persoalan yang muncul yang sebagiannya belum tersebut di dalam al-Qur’an dan Hadits dan belum dirumuskan oleh para ulama zaman dulu.
Maka tugas kita adalah mendiskusikan kembali berbagai macam persoalan yang muncul di tengah masyarakat. Sedapat mungkin kita kembali kepada al-Qur’an dan Hadits dengan interpretasi yang dapat memberikan pencerahan dan memungkinkan untuk diterapkan.
Persoalan-persoalan yang muncul yang menjadi tugas kita dan harus kita diskusikan, di antaranya adalah:
- Nikah Antar Agama (Muslim dengan Kafirah, Muslim dengan Wanita Ahli Kitab dan Muslimah dengan Pria Kafir).
- Nikah Mut’ah (nikah kontrak, nikah temporal)
- Nikah Sirri (nikah tanpa dicatat dalam lembaran administrasi negara)
- Nikah Lari (Lari karena tidak disetujui keluarga, nikah tanpa wali)
- Poligami Dalam Masyarakat Modern
- Onani sebagai Cara Mengendalikan diri
- Tips dan Metode Membentuk Keluarga Sakinah
- Pacaran Menurut Islam.
- Keluarga Berencana, dan lain-lain
Backlink here.. Description: NIKAH SEBAGAI BAGIAN IBADAH Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: NIKAH SEBAGAI BAGIAN IBADAH
Shares News
-
05.38
Tags:
materi kuliah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Share your views...
0 Respones to "NIKAH SEBAGAI BAGIAN IBADAH"
Posting Komentar