Syahadatain



Syahadatain (Dua Kalimat Syahadat)

Ketika kita membaca kalimah syahadah, La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah,berarti pada saat itu kita telah mengakui bahwa satu-satunya hukum yang harus kita patuhi adalah hukum Allah, yang berdaulat atas diri kita hanyalah Allah, pemerintah kita hanyalah Allah, hanya Allahlah yang harus kita patuhi, dan hanya hal-hal yang benar menurut Allah dan Rasul-Nya sajalah yang benar bagi kita. Ini berarti bahwa begitu kita menjadi seorang muslim, kita telah mengorbankan kebebasan peribadi kita bagi Allah.  Sebagai akibatnya, kita telah kehilangan hak untuk berkata: Pendapat saya adalah demikian, masyarakat melakukannya demikian, ini adalah kebiasaan keluarga saya turun temurun, Pak Anu dan Kiyai Anu menasihatkan demikian”, dan lain-lain yang serupa dengan itu. Berhadapan dengan Firman Allah dan Sunnah Rasul-Nya, kita tidak boleh mengajukan alasan-alasan seperti itu.  Kewajiban kita sekarang adalah menilai segala sesuatu berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. kita harus menerima apa yang sesuai dengan firman Allah dan sunnah RasulNya dan menolak apapun yang bertentangan dengan keduanya, tidak peduli apa kata orang dan apa yang mereka lakukan. Adalah bertentangan bila di satu pihak kita mengatakan sebagai seorang muslim, tetapi di pihak lain kita masih menurutkan pendapat dan selera kita sendiri, atau kebiasaan masyarakat, atau apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seseorang atau orang kebanyakan, dan enggan menuruti Al-Qur-an dan Sunnah. Sebagaimana seorang buta tidak boleh mengatakan bahwa ia mempunyai mata atau seorang yang tidak mempunyai hidung, mengatakan bahwa ia mempunyai hidung, maka begitu pula seseorang tidak boleh mengatakan bahwa dirinya adalah seorang muslim, sedangkan  ia tidak mau menyerahkan seluruh masalah hidupnya kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah dan tidak mau menepikan pemikirannya sendiri, atau adat kebiasaan masyarakat, atau perkataan dan perbuatan orang demi menuruti ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Seseorang yang tidak ingin menjadi seorang muslim, tidak dapat dipaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kemauannya, ia bebas memeluk agama apapun yang disukainya dan menyebut dirinya dengan sebutan apapun yang disukainya. Tetapi seseorang yang menyebut dirinya sebagai seorang muslim mesti tahu dan mengerti bahwa ia hanya dapat tetap menjadi seorang muslim selama ia berada dalam ikatan Islam.  Ikatan Islam itu ialah menerima fir man Allah dan sunnah Rasul-Nya sebagai kriteria kebenaran dan keadilan; dan memandang segala sesuatu yang bertentangan dengannya sebagai kebatilan.  Barangsiapa yang tetap tinggal dalam ikatan ini adalah seorang muslim, dan barangsiapa yang ke luar dari ikatan ini berarti telah ke luar dari Islam. Walaupun setelah itu ia masih menyebut dirinya sebagai seorang muslim dan mengumumkan kepada orang banyak bahwa ia adalah seorang muslim, ia hanyalah menipu dirinya sendiri dan orang kebanyakan saja.

“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Qur’an, aI-Maidah, 5:44)

Makna Kalimat Thayyibah

Kita semua tahu bahwa seseorang sah menjadi Muslim dengan membaca satu rangkaian kalimat, yang sangat sederhana dan hanya terdiri dari beberapa kata saja, yakni: La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah.

Dengan mengucapkan kata-kata yang disebut kalimat syahadat ini, seseorang mengalami perubahan yang besar dalam dirinya.  Dari seorang kafir ia berubah  menjadi seorang muslim.  Sebelum membaca kalimat itu, ia adalah seorang yang kotor, tetapi setelah mengucapkannya ia telah menjadi seorang yang suci.  Dari seorang yang patut mendapat murka Allah, ia berubah menjadi orang yang dicintai Allah.  Sebelumnya ia dicatat untuk masuk neraka, tetapi sekarang pintu surga terbuka baginya. Tidak sampai di sini saja: Karena kalimat syahadat ini, terjadilah perubahan besar dalam hubungan antara manusia dengan manusia.  Mereka yang membaca kalimat ini bersatu-teguh dalam satu kelompok, sedang mereka yang menolaknya terkumpul dalam kelompok yang lain. Bila seorang ayah membaca kalimat tersebut sedangkan anaknya menolak untuk membacanya, terputuslah hubungan antara keduanya.  Sang ayah bukan lagi ayah dari sang anak itu, dan sebaliknya sang anak bukan lagi anak dari sang ayah. Sang anak tidak lagi berhak untuk mewarisi harta sang ayah. Bahkan ibu dan saudara perempuannya juga akan berpisah dan menjauhkan diri dari padanya.  Bila seorang (bukan keluarga) yang percaya kalimat syahadat, menikah dengan seorang puteri dari keluarga muslim, ia dan anaknya mempunyai hak untuk mewarisi harta keluarga tersebut.  Tetapi sebalikrya, seorang anak yang lahir dalam keluarga muslim tetapi tidak mau percaya kepada kalimat tersebut akan terputus semua hubungannya dengan keluarganva.

Ini menunjukkan bahwa kalimat syahadat tersebut adalah suatu fenomena yang dapat mempertalikan hubungan antara seseorang dengan seorang yang lain yang sebelumnya tidak saling mengenal, dan memutuskan hubungan antara seseorang dengan sanak keluarganya.  Kekuatan kalimat ini demikian besar hingga mampu mengalahkan kuatnya hubungan darah dan kekeluargaan.

Marilah kita fikirkan sejenak, mengapa terjadi perbedaan yang demikian besar antara seorang manusia dan manusia yang lain? Ada apa dalam kalimat tersebut? Sekilas, kalimat syahadat itu tampaknya hanyalah sebuah kalimat yang terdiri dari huruf-huruf seperti K, A, L, I, dan beberapa huruf yang lain lagi.  Bila huruf-huruf itu digabungkan bersama-sama dan diucapkan dengan mulut, dapatkah terjadi suatu keajaiban yang dapat menimbulkan perubahan yang demikian radikal dalam diri seseorang? Dapatkah hal yang demikian kecil menimbulkan perbedaan, seperti langit dan bumi, antara seorang manusia dengan manusia yang lain?

Dengan sedikit pengertian saja, kita akan dapat mengatakan sendiri bahwa cuma sekadar membuka mulut dan mengucapkan beberapa suku-kata saja, tidak mungkin dapat menimbulkan akibat yang demikian besar.  Tidak ragu lagi, orang-orang kafir, penyembah berhala, memang percaya bahwa dengan mengucapkan suatu mantera saja sebuah gunung akan mampu digerakkan, bumi dapat terbelah dan air bisa memancar keluar, meski tidak seorang pun yang memahami arti mantera tersebut.  Hal ini disebabakan mereka percaya bahwa kekuatan mantera tersebut terletak dalam bunyi kata-katanya saja, hingga begitu mantera diucapkan, terjadilah keajaiban.

Namun tidaklah demikian halnya dalam Islam. Dalam Islam hal yang utama dalam sebuah kalimat yang diucapkan adalah maknanya. Pengaruh kata-kata terletak dalam artinya. Bila kata-kata tidak punya arti dan tidak meresap dalam hati, dan tidak menimbulkan pengaruh yang kuat yang dapat menimbulkan perubahan dalam fikiran, akhlak dan perbuatan orang yang mengucapkannya, maka sekedar mengucapkannya saja sama-sekali tidak akan ada faedahnya.

Ini bisa diterangkan dengan sebuah contoh yang sederhana. Seandainya kita sedang menggigil kerana udara yang dingin dan kita lalu meneriakkan kata-kata,”Kain! Selimut! Kain! Selimut! ” maka kedinginan udara yang kita rasakan tidak akan berkurang meskipun kita meneriakkan kata-kata itu sejuta kali dengan menghitung tasbih. Tetapi bila kita berbuat sesuatu dengan mencari selembar selimut dan menyelimuti tubuh kita dengannya, tentulah pengaruh udara yang dingin itu akan hilang.  Atau seandainya kita merasa haus dan anda berteriak sepanjang-hari, “air, air!”, maka kita akan tetap saja merasa haus. Tetapi bila kita mengambil segelas air dan meminumnya, tentu rasa haus itu akan hilang. Atau contoh yang lain lagi, seandainya kita menderita sakit demam dan untuk mengubatinya kita hanya menyebut-nyebut  nama bermacam-macam tumbuh-tumbuhan yang biasanya direbus dan airnya diminum untuk menyembuhkan sakit demam; dengan cara ini jelas kita tidak akan bisa sembuh. Tetapi bila kita benar-benar merebus tumbuh-tumbuhan tersebut dan meminum airnya, tentulah demam kita akan hilang,

Nah, seperti inilah kedudukan kalimat syahadat itu. Mengucapkan kalimat itu di mulut saja, tidak akan dapat menimbulkan perubahan yang demikian besar, yang mampu mengubah seorang kafir menjadi seorang muslim, atau seorang yang kotor menjadi seorang yang suci, atau seorang yang terkutuk menjadi seorang yang tercinta, atau calon penghuni neraka menjadi calon penghuni surga. Perubahan seperti itu hanya mungkin terjadi bila kita lebih dahulu memahami makna kata-kata dalam kalimat tersebut dan melekatkannya dalam fikiran kita.  Lalu bila kita mengucapkan kalimat tersebut dan telah memahami artinya, kita juga harus menyadari benar-benar bawa dengan mengucapkannya kita telah membuat komitmen yang sangat besar di hadapan Allah dan seluruh dunia, dan memikul tanggungjawab yang besar di atas bahu kita.  Dan setelah memahami pengertian pemyataan kita itu, maka pemahaman itu harus menguasai seluruh hidup kita.

Dengan demikian, kita tidak akan membiarkin satu ide pun yang bertentangan dengan kalimat ini memasuki fikiran kita. Lalu kita harus memutuskan untuk seterusnya bahwa, apapun yang bertentangan dengan kalimat ini adalah bathil, dan hanya yang sesuai dengan kalimat ini sajalah yang benar.  Selanjutnya, kalimat ini harus menguasai seluruh persoalan hidup kita. Setelah mengucapkan kalimat ini anda tidak dapat lagi bebas untuk melakukan apa saja yang kita sukai, seperti orang-orang kafir. Setelah diikat oleh kalimat ini, kita harus menuruti apa saja yang diperintahkannya dan menjauhi apa saja yang dilarangnya.

Bila seseorang mengucapkan dan mempercayai kalimat ini, dengan cara yang seperti di atas, maka orang tersebut menjadi seorang muslim yang sejati.  Hanya dengan melalui proses yang demikian itulah akan terjadi perbedaan besar antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, sebagaimana dijelaskan di muka.

 

Maksud Kalimat Syahadat

Sekarang marilah kita pahami maksud kalimat syahadat itu, dan juga apa yang sebenarnya dinyatakan oleh seseorang dengan mengucapkan kalimat tersebut, dan kewajiban apa yang dipikulkan dibahunya setelah ia membuat pernyataan tersebut.

Arti dari kalimat syahadat ialah bahawa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw adalah Utusan Allah.  Kata Allah dalam kalimat ini berarti Tuhan. Tuhan adalah Penguasa, Pencipta, Pemelihara dan Pemberi rezeki, yang mendengar doa-doa kita dan mengabulkannya, dan patut kita puja. Setelah kita mengatakan la ilaha illallah,berarti, yang pertama, kita telah mengakui bahwa dunia ini tidak terwujud tanpa kuasa kreatif Tuhan, tidak pula dunia ini mempunyai banyak Tuhan.  Memang, dunia ini punya Tuhan, dan Tuhan itu hanyalah satu, dan tidak  ada wujud lain yang mempunyai kekuasaan ketuhanan kecuali Dia.  Yang kedua, hal lain yang kita yakini ketika kita membaca kalimat ini adalah bahwa Tuhan kita itu adalah juga Tuhan seluruh dunia ini. Segala sesuatu yang kita miliki dan juga dimiliki oleh manusia seluruhnya adalah milik-Nya. Dia-lah yang menciptakan dan memberi rizki seluruh alam ini.  Hidup dan mati ada pada perintah-Nya. Kesusahan dan kesenangan juga datang dari Dia.  Apa pun yang diperoleh seseorang sebenarnya adalah anugerah-Nya. Apa pun yang terlepas dari seseorang, sesungguhnya adalah karena kehendakNya. Hanya Dia-lah yang harus ditakuti, hanya kepadaNya-lah kita memohon kebutuhan-kebutuhan kita, hanya di hadapan-Nya lah kita menundukkan kepala.  Hanya Dialah yang berhak dipuja dan disembah.  Kita tidak boleh menjadi budak atau pelayan dari siapa pun kecuali Dia, dan hanya Dialah yang harus kita akui sebagai Tuhan atau Penguasa yang berdaulat atas diri kita. Kewajiban kita yang sebenarnya adalah semata-mata mentaati perintah-Nya dan mematuhi semua hukum-hukum-Nya dan menolak semua perintah dan hukum-hukum lain, selain yang datang daripada-Nya.

Itulah perjanjian yang kita buat dengan Allah, begitu kita mengucapkan la ilaha illallah, seluruh dunia ini menjadi saksi bagi kita.  Bila kita melanggar perjanjian ini, maka tangan dan kaki kita, setiap rambut dan bulu di tubuh kita, dan setiap sesuatu di bumi dan di langit yang menjadi saksi atas pernyataan kita itu, akan menjadi saksi bagi kita di hadapan pengadilan Allah kelak, di mana kita tidak akan mempunyai, seorang pembela pun.  ‘I’idak ada seorang pengacara pun yang akan memohonkan keringanan bagi kita. Bahkan para pengacara dan pembela, yang dalam pengadilan di dunia ini biasa mempermainkan celah-celah hukum, mereka di hadapan Allah, akan diadili, tanpa disertai seorang pembela pun.  Pengadilan di akhirat itu, bukanlah seperti  pengadilan yang akan membebaskan kita berdasarkan permohonan-permohonan yang tidak mempunyai dasar yang kuat, sumpah dan bukti-bukti serta dokumen-dokumen palsu. Di dunia ini kita selalu menyembunyikan kejahatan kita dari pengetahuan aparat hukum dunia, tetapi kita tidak bisa berbuat demikian di hadapan pengadilan Allah. Aparat hukum dunia bisa disuap tetapi aparat Allah tidak. Seorang saksi pada pengadilan dunia bisa memberikan bukti-bukti palsu, tetapi saksi-saksi Allah sama sekali tidak akan mengajukan kepalsuan. Para penguasa di dunia ini boleh berbuat sesuatu yang tidak adil, tetapi Allah adalah Penguasa Yang Maha Adil. Dan barangsiapa yang telah dicampakkan ke dalam penjara Allah tidak  akan bisa melarikan diri.

Adalah bodoh sekali, bahkan merupakan kebodohan yang paling besar bila kita membuat perjanjian palsu dengan Allah.  Kerana itu, sebelum membuat perjanjian ini kita mesti berfikir dengan cermat, dan setelah perjanjian itu kita buat, kita harus memenuhinya dengan cermat pula.  Kalau kita memang keberatan untuk memenuhi perjanjian itu, lebih baik kita tidak membuatnya sama-sekali, karena tidak ada seorang pun yang memaksa kita untuk mengucapkan janji hanya di mulut saja, karena suatu perjanjian yang kosong dan hampa tidaklah ada gunanya.

from:http://ghoffar.staff.umy.ac.id/?p=102

Anda membaca artikel Syahadatain dan anda bisa menemukan Anchor Text artikel dengan url https://beasiswainfoindo.blogspot.com/2011/12/syahadatain.html.


Backlink here..

Description: Syahadatain Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Syahadatain


Shares News - 05.25


Share your views...

0 Respones to "Syahadatain"

Posting Komentar