Peringkat Utang Naik, Indonesia Makin Memikat



Fitch, salah satu badan pemeringkat dunia, Kamis (15/12/2011), menaikkan peringkat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB- sebagai peringkat investasi sebagaimana 15 tahun lalu.

Kenaikan peringkat ini membuat risiko investasi di Indonesia berkurang dan semakin memikat investor asing ke pasar Indonesia. Menurut ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, kendati cukup mengejutkan karena sebelumnya diperkirakan baru akan diberikan tahun 2012, investor sudah memfaktorkan kemungkinan tersebut mengingat perkembangan kinerja makro Indonesia yang solid.

Sebelumnya, pada 24 Februari 2011, Fitch menaikkan outlook Indonesia dari stabil menjadi positif. Pertumbuhan ekonomi bertahan tinggi di 6,5 persen dengan tingkat inflasi yang rendah (kurang dari 4 persen), nilai tukar yang stabil, disertai anggaran dengan tingkat defisit yang rendah dan rasio utang PDB yang sehat," kata Lana di Jakarta, Jumat (16/12/2011).

Berita peningkatan peringkat itu diperkirakan bakal mengangkat pasar modal dan uang hari ini. Sentimen negatif hari sebelumnya di pasar global menjalar ke Asia kemarin.

Mata uang Asia melemah terhadap dollar AS, termasuk rupiah yang ditutup turun tipis ke Rp 9.091 per dollar AS (kurs tengah Bloomberg).

Lana memperkirakan, pasar Asia akan kembali positif hari ini karena ada perbaikan sentimen di pasar global. Pasar Indonesia akan mengalami euforia menyambut peringkat investasi yang diberikan Fitch. Rupiah diperkirakan akan menguat di kisaran Rp 9.020-Rp 9.050 per dollar AS.

Description: Peringkat Utang Naik, Indonesia Makin Memikat Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Peringkat Utang Naik, Indonesia Makin Memikat


Shares News - 00.03
Read More Add your Comment 0 komentar


Pemerintah Siapkan Rp 1,7 Triliun Untuk Cetak Sawah



 

Jakarta - Pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 1,7 triliun untuk mencetak lahan sawah baru di Indonesia. Hal ini guna mencapai surplus beras yang diharapkan.
"Ada Rp1,7 triliun untuk dana tambahan sudah disiapkan pemerintah untuk perluasan lahan sawah atau cetak sawah baru," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui di Gedung Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta.

Menurutnya, sudah ditetapkan perluasan lahan 100.000 ha yang akan ditangani langsung oleh Kementerian BUMN hingga 2013 nanti. Lebih lanjut, ia mengatakan jika proses cetak sawah baru ini berhasil maka akan ada tambahan lima juta ton beras yang diproduksi termasuk tambahan 2,2 juta ton gabah di 2014.  "Di 2012 cetak sawah baru, 2013 beroperasi dan diharapkan 2014 sudah ada hasil yakni tambahan lima juta ton beras plus didalamnya 3,3 juta ton gabah," pungkasnya.(ekon)Description: Pemerintah Siapkan Rp 1,7 Triliun Untuk Cetak Sawah Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Pemerintah Siapkan Rp 1,7 Triliun Untuk Cetak Sawah


Shares News - 23.59
Read More Add your Comment 0 komentar


Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini



Dunia tengah menghadapi potensi bencana besar akibat semakin buruknya efek rumah kaca yang disebabkan oleh percepatan pembangunan ekonomi dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tumbuh secara eksponensial atau sebagaimana telah diprediksi oleh Thomas Robert Maltus pada tahun 1798 bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan mengimbangi pertumbuhan penduduk dengan penyediaan pangan memadai. Teori Maltus ringkasnya menyatakan peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami kekurangan pangan. Sehingga agar terhindar dari Teori “jebakan” Maltus tersebut peningkatan teknologi dan industrialisasi dianggap sebagai solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik pangan maupun kebutuhan lainnya. Tetapi, upaya percepatan pembangunan dan teknologi serta industrialisasi yang dilakukan sejak revolusi industri belum disadari memiliki efek samping berupa kerusakan lingkungan.

Selain itu, penggunaan indikator-indikator kemajuan ekonomi yang selama ini dianggap lazim digunakan oleh dunia internasional seperti Gross Domestic Product (GDP) telah membuat kesalahan paradigma pembangunan di banyak negara karena berdampak pada dikesampingkannya hal-hal terkait kelestarian lingkungan demi mengejar kemajuan ekonomi berbasiskan pertumbuhan GDP semata. Namun, ketika Isu pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change) menjadi isu dunia maka kemudian diberbagai konferensi perbaikan lingkungan maupun kegiatan produksi ramah lingkungan menjadi agenda mendesak yang harus segera diwujudkan. Yang perlu diingat bahwa kedua isu tersebut hanya sebagian dari sekian banyak isu lingkungan yang perlu segera diselesaikan dan Ekonomi Hijau (Green Economy) dapat menjadi desain penyelesaian dan keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan.

Sebagaimana yang juga telah disebutkan oleh Prof. Surna Tjahja Djajadiningrat dalam bukunya Ekonomi Hijau, bahwa bagi Indonesia ekonomi hijau adalah satu pilihan yang sangat masuk akal untuk diterapkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, ekonomi Indonesia masih sangat menggantungkan diri pada pengelolaan sumber daya alam sehingga Indonesia sangat berkepentingan terhadap keberlanjutannya. Kedua, dengan menerapkan ekonomi hijau, selain Indonesia akan menjadi pelopor di tingkat global, ekonomi Indonesia akan mengarah kepada ekonomi yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya alam yang terbatas dan juga akan lebih berkelanjutan. Ketiga, penerapan ekonomi hijau akan lebih memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang sudah sangat rusak dan sudah menjadi kendala yang nyata bagi sebagian besar masyarakat.

Konsep sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan) tidak menafikan adanya “waste” dalam proses pembangunan dan produksi, tetapi sustainable development menghendaki “zero pollution” dalam proses pembangunan dan produksi. Oleh karena itulah ekonomi hijau harus berperan untuk menyeimbangkan laju pemanfaatan ataupun eksploitasi lingkungan, pencemaran lingkungan akibat proses produksi, dll dengan peningkatan kemampuan alam atau lingkungan dalam menghancurkan sampah atau limbah agar tidak menjadi polusi.

Telah banyak teori yang berkembang untuk menjelaskan peran ekonomi hijau dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Namun persoalannya bagaimana cara kita untuk menerjemahkannya dalam kerangka kebijakan yang aplikatif. Untuk itu ada baiknya kita membagi peran masing-masing stakeholders dalam palaksanaan ekonomi hijau ini mulai dari kalangan akademisi, masyarakat sipil, swasta/perusahaan, hingga pengambil kebijakan. Akademisi disamping memasukan konsep ekonomi hijau kedalam ideologis berfikirnya, juga diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran, ide, dan gagasan terhadap teknologi ramah lingkungan yang tepat guna dan memiliki nilai ekonomis untuk diproduksi secara masal. Masyarakat sipil berperan untuk turut mengkampanyekan konsep ekonomi hijau sehingga dapat selektif untuk membatasi penggunaan produk yang dapat mencemari lingkungan dan membentuk pola konsumsi yang ramah terhadap lingkungan. Pihak swasta atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti inovasi-inovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi secara masal dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu menyisihkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan. Untuk pihak swasta yang bergerak dibidang perbankan, diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian lingkungan kedalam penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi bunga yang lebih tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat merusak lingkungan dan sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk proses produksi dan konsumsi yang berdampak pada kelestarian lingkungan. Bagi pengambil kebijakan memiliki peranan yang cukup sentral khususnya dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai Ekonomi Hijau yang aplikatif sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan Ekonomi Hijau, termasuk menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara. Hal ini menjadi hal yang tidak mudah dan sentral karena hasil kerja inilah yang akan menjadi kerangka acuan teknis dalam pelaksanaan ekonomi hijau di Indonesia, disamping masalah koordinasi dari para stakeholders yang akan menentukan berhasil atau tidaknya upaya pelaksanaan ekonomi hijau di Indonesia.

Dengan adanya ekonomi hijau diperkirakan kegiatan pembangunan dapat terus berlangsung bahkan pada akhirnya akan memperoleh dampak positif ketika ekonomi hijau telah mampu memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini serta teknologi yang ramah lingkungan (green Technology) dapat di adopsi diseluruh kegiatan produksi. Dan khusus bagi negara-negara dengan sumberdaya alam berlimpah termasuk Indonesia, konsep ini dapat memperkuat posisi tawar Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia.

Dengan menjadikan ekonomi hijau sebagai kritik terhadap paradigma pembangunan saat ini, selain akan menciptakan keberlangsungan pembangunan dan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan juga akan mewujudkan keadilan sosial tidak saja antar masyarakat dalam satu generasi tetapi juga antar generasi. Semoga seluruh pihak secara konsisten untuk menjalankan Ekonomi Hijau ini sehingga harapan besar akan selalu ada untuk anak cucu kita.

Sekian.

 

Note : * Penulis adalah kandidat master dari Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Umum Keluarga Alumni Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB (KA-FEM IPB), Serta peneliti ekonomi dan moneter

Oleh : Muhammad IslamDescription: Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Ekonomi Hijau: Koreksi terhadap Paradigma Pembangunan Saat Ini


Shares News - 22.55
Read More Add your Comment 0 komentar


BUMN-BUMN Terbaik 2011



Sebanyak sembilan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) meraih peringkat pertama dalam Malam Anugerah BUMN 2011. Beberapa di antaranya bahkan meraih lebih dari satu penghargaan.

"Penyelenggaraan Anugerah BUMN tahun ini merupakan yang kedua, setelah tahun lalu diselenggarakan dengan tema 'Sinergi dan Transformasi untuk Memacu Kontribusi bagi Pembangunan Negeri'," ucap Ketua Dewan Juri, Muhammad Said Didu, di acara Malam Anugerah BUMN 2011, di Jakarta, Kamis (1/12/2011) malam. Tahun ini, acara penghargaan kepada perusahaan-perusahaan BUMN bertajuk "Inovasi untuk Kinerja Unggul".

Kali ini, ada 69 BUMN yang mengembalikan kuesioner. Dari jumlah tersebut, terpilih 53 BUMN yang melakukan persentasi di depan dewan juri. Penilaian pun terdiri dari empat tahap. Dimulai dari pengisian kuesioner hingga diadakannya sidang dewan juri. Sejumlah BUMN pun terpilih menjadi pemenang dalam 12 kategori.

 

Kategori Inovasi Manajemen BUMN Terbaik

1. PT Pertamina (Persero)
2. PT BNI (Persero) Tbk
3. PT Bukit Asam (Persero) Tbk

Kategori Inovasi GCG BUMN Terbaik

1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk
3. PT Pertamina (Persero)

Kategori Inovasi Produk Manufaktur BUMN Terbaik

 

1. PT PINDAD (Persero)
2. PT Biofarma (Persero)
3. PT INTI (Persero)

Kategori Inovasi Produk Agrikultur BUMN Terbaik

 

1. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero)
2. PT Sang Hyang Seri (Persero)
3. Perum Perhutani (Persero)

Kategori Inovasi Produk Jasa BUMN Terbaik

 

1. PT PLN (Persero)
2. PT POS Indonesia (Persero)
3. Perum Pegadaian (Persero)

Kategori Inovasi Teknologi BUMN Terbaik

 

1. PT Biofarma (Persero)
2. PT BNI (Persero)
3. PT PP (Persero) Tbk

Kategori Inovasi Pemasaran BUMN Terbaik

 

1. PT BNI (Persero) Tbk
2. PT Telkom (Persero) Tbk
3. Perum Pegadaian

Kategori Inovasi SDM BUMN Terbaik

 

1. PT Pupuk Kaltim
2. PT Telkom (Persero) Tbk
3. PT Aneka Tambang (Persero) Tbk

Kategori Inovasi PKBL BUMN Terbaik

 

1. PT BNI (Persero) Tbk
2. PT Telkom (Persero) Tbk
3. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

Kategori Inovasi Pelayanan Publik BUMN Terbaik

 

1. PT PLN (Persero)
2. PT KAI (Persero)
3. PT Pupuk Kaltim

Kategori Inovasi Strategi Bisnis Global BUMN Terbaik

 

1. PT Biofarma (Persero)
2. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
3. PT Pertamina (Persero)

Dari semua kategori ini, BUMN yang terpilih menjadi best of the best adalah PT BNI (Persero) Tbk. Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo menerima langsung penghargaan ini. Sementara itu, RJ Lino dari PT Pelindo II (Persero) Tbk terpilih menjadi CEO BUMN inovatif terbaik.

Terhadap pemilihan pemenang ini, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebutkan, penilaian dilakukan secara independen. "Malam ini saya agak terlambat karena saya minta jaminan bahwa penilaian malam ini independen atau ada titipan-titipan. Kemudian ada jaminan dari Pak Tanri Abeng (sebagai salah satu anggota dewan juri) bahwa ini independen, ok. Berarti nanti direktur utama BUMN yang tadi menang inovasi manajemen, misalnya, tentu akan diuji pada kehidupan sehari-hari karena pasti akan diundang oleh banyak BUMN yang lain," sebut Dahlan.

Menurut dia, dirut BUMN pemenang penghargaan biasanya diundang untuk menceritakan pengalamannya dalam memimpin BUMN.Description: BUMN-BUMN Terbaik 2011 Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: BUMN-BUMN Terbaik 2011


Shares News - 22.51
Read More Add your Comment 0 komentar


Presiden Jerman Terharu dengan Bhinneka Tunggal Ika



Presiden Republik Federal Jerman Christian Wulff mengaku terharu dengan semboyan Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, atau berbeda-beda namun tetap satu. Presiden Wulff memuji kebebasan beragama yang dinikmati masyarakat Indonesia.

"Kami terharu bagaimana masyarakat Indonesia bisa hidup bersama dalam kebebasan memilih agama, dan bisa menjadi teladan bagi negara lain," kata Presiden Wulff dalam pernyataan pers bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (1/12/2011).

Pernyataan pers disampaikan kedua pemimpin negara seusai melakukan pertemuan bilateral selama 60 menit. Presiden Wulff mengatakan, pemerintah Jerman berkomitmen meningkatkan kerja sama dengan pemerintah di berbagai bidang.

Dikatakan, Indonesia merupakan mitra penting pemerintah Jerman. Peningkatan kerja sama ini terkait peringatan 60 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia-Jerman.

Pada pertemuan bilateral, Presiden Yudhoyono mengajukan lima usulan kerja sama kepada Presiden Wulff. Usulan Presiden Yudhoyono disambut baik oleh Presiden Wulff. Kelima usulan tersebut terkait kerja sama di bidang investasi dan perdagangan, kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan pertahanan.

Saat ini, volume perdagangan Indonesia-Jerman mencapai 6 miliar dollar AS, sementara investasi dalam dua tahun terakhir mencapai 300 juta dollar AS. "Kedua angka ini masih sangat bisa ditingkatkan. Indonesia memiliki Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, dan saya mengundang Jerman untuk menjadi strategic partner di Indonesia," kata Presiden Yudhoyono.

Di bidang kesehatan, Presiden menggarisbawahi pentingnya kerja sama di bidang teknologi dan manajemen kesehatan. Terlebih, kalangan ekonomi menengah di Indonesia semakin bertambah sehingga kebutuhan pelayanan kesehatan semakin meningkat.

Di bidang kesehatan, Presiden mengatakan, Indonesia membutuhkan ribuan lulusan teknik untuk membangun konektivitas dan infrastruktur negara selama 10 hingga 30 tahun mendatang.

Presiden Yudhoyono juga menekankan pentingnya kerja sama di bidang riset, teknologi, dan inovasi di bidang teknologi, utamanya yang bersih dan ramah lingkungan.

"Di bidang industri pertahanan, saya mengusulkan adanya kerja sama yang bersifat jangka panjang terkait joint investment dan joint production. Saat ini PT Dirgantara Indonesia sedang ada kerja sama dengan Airbus Military. Jerman memiliki kapasitas di bidang industri pertahanan," kata Presiden.Description: Presiden Jerman Terharu dengan Bhinneka Tunggal Ika Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Presiden Jerman Terharu dengan Bhinneka Tunggal Ika


Shares News - 22.43
Read More Add your Comment 0 komentar


STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA





:: Lembaga Negara yang Independen



Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.


:: Sebagai Badan Hukum


Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Description: STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA


Shares News - 21.42
Read More Add your Comment 0 komentar


SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA





Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.


Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.


Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.


Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.



Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.


Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.


“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.


Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.


Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.


Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.


Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:


Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.


Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.


Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.


Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.


Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan


Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Description: SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


Shares News - 21.28
Read More Add your Comment 0 komentar


SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA





:: Apa Itu Sistem Pembayaran (SP)?


Apa itu SP? SP adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP? Sudah barang tentu harus ada alat pembayaran, ada mekanisme kliring hingga penyelesaian akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada komponen lain seperti lembaga yang terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran. Termasuk dalam hal ini adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga bukan bank penyelenggara transfer dana, perusahaan switching bahkan hingga bank sentral (lihat Perkembangan).


:: Evolusi Alat Pembayaran


Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita menengok kebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang.  Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).


:: Alat Pembayaran Tunai


Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat moderen seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada tahun 2005, perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar 43,3 persen.


Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu bisa terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Hal itu belum lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika Anda menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif memakan waktu cukup lama karena antrian yang panjang. Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.


Menyadari ketidak-nyamanan dan inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan terus mendorong untuk membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau Less Cash Society (LCS).


:: Alat Pembayaran Nontunai


Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.


Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sedangkan transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan uang elektronik masing-masing nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per hari yang dilakukan bank atau LSB.


Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu harus dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau mengalami gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS  adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI  juga peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila  terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem.


Perlu diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran, tapi juga kesetaraan akses hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud terciptanya sistem pembayaran, itu artinya memberi kemudahan bagi pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan akses, BI akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen dimaksudkan penyelenggara wajib mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam penyelenggaraan sistemnya.

Description: SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA


Shares News - 21.25
Read More Add your Comment 0 komentar


Demokrasi Model Indonesia?



Description: Demokrasi Model Indonesia? Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Demokrasi Model Indonesia?


Shares News - 21.31
Read More Add your Comment 0 komentar


Intel Janjikan "Smartphone" Atom di 2012





 

 

 

 

 

Intel kembali menyatakan keyakinannya bahwa akan hadir smartphone berbasis prosesor Intel Atom. Di 2012, ponsel dengan Atom ini akan rilis. Namun Intel belum memastikan kapan persisnya.

Berbicara dalam Intel Cloud Summit, R. Ravichandran, Direktur Pemasaran Intel untuk India dan Asia Selatan mengatakan bahwa saat ini TV, Ultrabook dan tablet telah menggunakan prosesor Intel. "Tahun depan, Anda bisa melihat smartphone perdana dengan Intel Atom," ujarnya.

Tablet yang menggunakan prosesor Atom sudah dijual oleh 35 perusahaan. Selama ini, perangkat itu memakai sistem operasi Windows 7 atau Meego.

Dengan hadirnya Android 4.0 alias Ice Cream Sandwich, diharapkan tablet dengan prosesor Intel juga akan memakai sistem operasi Android. Android 4.0 untuk platform x86 (prosesor Intel dan AMD) tersedia lewat android-x86.org.

Atom pertama yang dirancang untuk penggunaan pada smartphone dan tablet memiliki nama kode Moorestown. Resminya, chip yang diperkenalkan pertengahan 2010 itu bernama Atom Z600.

Berikutnya, Intel akan menghadirkan Atom dengan nama kode Medfield. Saat ini Medfield diklaim sudah bisa digunakan untuk sistem operasi Android 4.0.Description: Intel Janjikan "Smartphone" Atom di 2012 Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Intel Janjikan "Smartphone" Atom di 2012


Shares News - 21.30
Read More Add your Comment 0 komentar


Biden: Presiden Assad Harus Segera Turun





 

 

 

 

Tekanan dunia internasional terhadap rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad makin besar setelah Wakil Presiden AS Joe Biden, Jumat (2/12), mendesak Assad segera turun demi terciptanya stabilitas di negara itu. Sebelumnya, AS dan Uni Eropa juga sepakat menerapkan sanksi ekonomi yang lebih ketat terhadap Suriah.

Pernyataan Biden tersebut diungkapkan dalam wawancara tertulis yang diterbitkan harian Hurriyet di Ankara, Turki, Jumat. ”Posisi Amerika Serikat dalam kasus Suriah sudah jelas. Rezim Pemerintah Suriah harus mengakhiri kebrutalan terhadap rakyatnya sendiri dan Presiden Assad harus turun sehingga transisi damai yang menghormati keinginan rakyat bisa terjadi,” kata Biden.

Biden sendiri tiba di Ankara, Kamis malam, dan dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Turki Abdullah Gul dan Ketua Parlemen Turki Cemil Cicek. Biden memuji peranan Turki di kawasan dalam menghadapi krisis di Suriah.

”Sudah saatnya komunitas internasional bersatu dalam mengisolasi rezim, yang telah melanggar hak asasi manusia secara sistematik dan memberangus aksi protes damai. Kami mengharapkan perluasan sanksi internasional sebagai alat untuk mendatangkan perubahan di Suriah,” papar Biden, yang juga mendesak Turki untuk menerapkan sanksi terhadap Iran.

Turki, yang berbatasan langsung dengan Suriah dan menjadi salah satu mitra dagang terbesar Suriah, telah mengumumkan sanksi ekonomi berupa pembekuan semua transaksi komersial dan pemutusan hubungan dengan Bank Sentral Suriah.

AS dan Uni Eropa (UE) juga memutuskan memperkuat sanksi ekonominya terhadap Suriah, Kamis, dengan melarang ekspor peralatan industri minyak dan gas ke Suriah serta melarang perdagangan obligasi pemerintah yang diterbitkan Suriah.

Keputusan ini disusul dengan pengumuman nama 12 warga dan 11 perusahaan asal Suriah yang dimasukkan dalam daftar hitam UE. Para individu yang masuk dalam daftar itu, termasuk Menteri Keuangan dan Menteri Perekonomian serta para pejabat senior militer Suriah, dilarang bepergian ke wilayah UE.

Sementara aset perusahaan-perusahaan yang masuk dalam tambahan daftar hitam ini, termasuk tiga perusahaan minyak, Cham Press TV, dan surat kabar propemerintah Al Watan, dibekukan.

Kejahatan kemanusiaan

Di Geneva, Swiss, Dewan Hak Asasi Manusia PBB menggelar sidang darurat untuk menanggapi situasi terkini di Suriah. Komisaris Tinggi untuk Urusan HAM PBB Navi Pillay mengatakan, pihaknya menerima laporan kredibel bahwa jumlah korban tewas di Suriah selama delapan bulan terakhir ini sudah ”jauh di atas” 4.000 orang.

Pillay mendesak Dewan Keamanan PBB segera bertindak melaporkan situasi terkini di Suriah kepada Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, karena diduga telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.ANKARA, KOMPASDescription: Biden: Presiden Assad Harus Segera Turun Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Biden: Presiden Assad Harus Segera Turun


Shares News - 19.28
Read More Add your Comment 0 komentar


Stop Kekerasan atau Hadapi Perang Saudara





Suriah menghadapi perang saudara jika rezim yang berkuasa melanjutkan represi kejam terhadap para demonstran dan warga sipil, kata pejabat hak asasi manusia (HAM) PBB, Jumat (2/12/2011).

Komisaris Tinggi PBB (UNHCR), Navi Pillay, saat berbicara di Geneva, Swiss, pada sesi khusus Dewan Hak Asasi PBB di Suriah, mencatat laporan-laporan tentang "serangan bersenjata yang meningkat oleh kekuatan oposisi, termasuk oleh Angkatan Bersenjata Pembebasan Suriah, terhadap Suriah militer dan aparat keamanan". "Dalam kegagalan nyata pihak berwenang Suriah untuk melindungi warganya, masyarakat internasional perlu mengambil langkah-langkah mendesak dan efektif untuk melindungi rakyat Suriah," kata Pillay.

"Sekretaris Jenderal PBB telah mendesak masyarakat internasional untuk bertindak dan mengambil tindakan kolektif dan tegas untuk melindungi rakyat Suriah dari pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan fundamental mereka. Semua tindakan pembunuhan, penyiksaan, dan bentuk-bentuk lain kekerasan harus dihentikan segera," lanjut Pillay.

Tindakan represif pemerintah dimulai pada pertengahan Maret lalu ketika ketidakpuasan rakyat terhadap rezim yang berkuasa melanda seluruh dunia Arab. Rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah telah menyalahkan kekerasan itu pada geng bersenjata.

Pillay mengatakan, "Lebih dari 4.000 orang dilaporkan telah tewas, ribuan ditangkap, dan lebih dari 14.000 dilaporkan berada dalam tahanan sebagai akibat dari tindakan represif di Suriah itu." Dia menambahkan, banyak dari mereka harus meninggalkan rumahnya, setidaknya 12.400 orang ke negara-negara tetangga dan puluhan ribu di dalam negeri. Di antara mereka yang tewas, kata dia, terdapat 307 anak-anak.

Dia mengutip sebuah laporan yang diterbitkan Senin oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen, yang dibentuk Dewan Hak Asasi Manusia pada Agustus untuk menyelidiki kekerasan hak asasi manusia. Laporan itu menyimpulkan, pasukan keamanan dan militer Suriah "melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan" kepada warga sipil.

"Itu termasuk tindakan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual, penjara, atau bentuk lain perampasan berat atas kebebasan dan penghilangan paksa di seluruh negara itu sejak Maret tahun ini," kata Pillay.

Meskipun tidak diberi akses ke Suriah, komisi itu mewawancarai "223 korban dan saksi, termasuk pasukan militer dan keamanan yang telah membelot dan memberikan kesaksian tentang peran pasukan Suriah dalam penggunaan kekerasan yang mematikan terhadap unjuk rasa damai." GENEVA, KOMPASDescription: Stop Kekerasan atau Hadapi Perang Saudara Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Stop Kekerasan atau Hadapi Perang Saudara


Shares News - 19.22
Read More Add your Comment 0 komentar


Pimpinan KPK Baru Harus Telusuri Aliran Dana Nazaruddin



            

 

 

 

 

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru harus menelusuri aliran uang mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang diduga berasal dari tindak pidana suap. Aliran uang itu harus dilacak, karena diduga terkait dengan kasus dugaan pidana pencucian uang.

Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang, Yenti Garnasih, di Jakarta, Jumat (2/12/2011). "Kasus-kasus besar harus diselesaikan pimpinan KPK yang baru," kata Yenti.

Yenti mencontohkan, Nazarudin dituduh menerima suap. "Kemana aliran dananya. Dakwaannya buruk sekali," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Yenti, KPK tetap harus mengusut dan menelusuri aliran uang. Penyidik dapat saja meminta keterangan sopir pengantar uang, yang diduga dari tindak pidana korupsi untuk kongres Partai Demokrat.

Seperti diberitakan, Ketua Komite Etik KPK, Abdullah Hehamahua, mengutarakan sejumlah fakta hasil pemeriksaan mereka. Di antaranya pengakuan Yulianis, mantan anak buah Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.

Abdullah menuturkan, Yulianis mengakui adanya aliran uang untuk kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, tahun lalu. Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, juga mengakuinya. Namun jumlah yang diakui keduanya berbeda.

"Yulianis bilang uang perusahaan yang dibawa ke Bandung itu Rp 30 miliar, tunai. Dari perusahaan 3 juta dollar AS dan dari sponsor 2 juta dollar AS. Nazaruddin menuturkan uang yang dibawa ke Bandung Rp 50 miliar dan 7 juta dollar AS. Nazaruddin mengakui yang mengetahui keuangan itu Yulianis," kata Abdullah di kantor KPK, Jakarta (Kompas, 13/9).Description: Pimpinan KPK Baru Harus Telusuri Aliran Dana Nazaruddin Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Pimpinan KPK Baru Harus Telusuri Aliran Dana Nazaruddin


Shares News - 19.18
Read More Add your Comment 0 komentar


Abraham Samad, Ketua KPK yang Dulu Suka Berkelahi



Abraham Samad terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 pada Jumat (2/12/2011) sore.

Di mata saudaranya, Abraham yang akrab disapa Openg ini adalah anak lelaki yang keras kepala dan bersikukuh jika punya keinginan. "Pokoknya, ngotot deh," kata Imran Samad, kakak Abraham.

Abraham adalah anak kelima dari enam bersaudara. Seorang saudarinya telah meninggal. Tiga yang lain bekerja di TVRI. "Dulu, ibu pegawai Departemen Penerangan," kata Imran, yang sekarang menjadi Camat Rappocini, Makassar.

Ayah Abraham awalnya tentara pejuang di korps CPM, yang berpangkat terakhir kapten. "Kami selalu diceritakan, almarhum bapak itu dulu mengawal Bung Karno saat di Makassar, tapi bapak lalu jadi pedagang," ujar Imran.

Nama Abraham, kata Imran, merupakan pemberian dari ayah mereka yang pada tahun 1960-an sering membaca buku kepahlawanan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat. "Waktu Abraham lahir, menurut ibu, bapak lagi membaca buku karya Abraham Lincoln."

Menurut Imran, saat proses pemilihan pimpinan KPK di DPR, ibu mereka terus memegang tasbih. "Semenjak proses seleksi, setahu saya, ibu di rumah terus shalat tahajud, berpuasa, dan mendoakan anaknya itu. Openg memang paling dekat dengan ibu," kata Imran.

Abraham tamat sekolah dasar di SD 129 Kunjung Mae, di Jalan Mappanyukki, Makassar. "Kalau SMP-nya, Openg pindah-pindah, seingat saya tiga kali urus surat pindah. Dia tamat di SMP Katolik Sulaiman di Jalan Batu Putih," kata Imran.

Menurut Imran, kenakalan membuat Openg terkenal di kalangan angkatannya. Solidaritas kepada sesama teman dan tidak bisa melihat teman yang dianiaya menjadi salah satu alasan kenapa Abraham suka berkelahi. "Pokoknya nakal laki-laki."

Kebandelan Abraham berlanjut di SMA Katolik Cenderawasih. "Saya ingat betul, sebagai anak laki-laki tertua, sayalah yang selalu datang memberikan jaminan ke wali kelas dan kepala sekolah bahwa Abraham ini harus tamat di satu sekolah, jangan seperti ketika di masa SMP."MAKASSAR, KOMPAS

 

 Description: Abraham Samad, Ketua KPK yang Dulu Suka Berkelahi Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Abraham Samad, Ketua KPK yang Dulu Suka Berkelahi


Shares News - 19.17
Read More Add your Comment 0 komentar


Manajemen




  1. A.     Arti dan Fungsi Manajemen


Manajemen adalah proses perencanaan,pengorganisasian,pengarahan,pengawasan dan penggunaan sumber daya lain untuk mencapai tujuan.

1.Perencanaan adalah proses strategi dan taktik untuk mewujudkan target dan tujuan.

Kegiatan dalam Fungsi Perencanaan:

-menetapkan tujuan dan target bisnis

-merumuskan strategi

-menentukan sumber daya

-menetapkan standar keberhasilan dalam pencapaian tujuan

2.Pengorganisasian adalah proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama  dalam cara yang terstruktur guna mencapai sasaran.

Kegiatan dalam Fungsi Pengorganisasian:

-mengalokasikan sumber daya, merumuskan & menetapkan tugas

-menetapkan struktur organisasi

-kegiatan perekrutan

-kegiatan penempatan sumber daya manusia

3.Pengarahan adalah proses implementasi(melaksanakan) program agar dapat di jalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi.

Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan:

-menerapkan proses kepemimpinan, pembimbingan motivasi kepada tenaga kerja agar   bekerja secara efektif dan efisien

-memberikan tugas dan penjelasan rutin tentang pekerjaan

-menjelaskan kebijakan yang di tetapkan

4.Pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan sesuai dengan yang direncanakan,di organisasikan dan di implementasikan.

Kegiatan dalam Pengawasan:

-mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan

-menklarifikasi dan mengoreksi atas penyimpangan yang mungkin di temukan

-mencari alternative solusi dalam berbagai masalah

 

 Description: Manajemen Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Manajemen


Shares News - 18.40
Read More Add your Comment 0 komentar


TEORI MAQASHID AL-SYARI’AH






Sudah tidak asing di kalangan para ulama yang berkecimpung dalam juresprudensi Islam (ushul al-fiqh) mengenai teori maqashid al-Syari’ah yang disistematisasi dan dikembangkan oleh al-Syathibi. Bahkan Musthafa Said al-Khin dalam bukunya al-Kafi al-Wafi fi Ushul al-Fiqh al-Islamy membuat kategorisasi baru dalam aliran Ilmu Ushul Fiqh. Bila sebelumnya hanya dikenal dua aliran saja, yaitu Mutakallimin dan fuqahaatau Syafi’iyyah dan Hanafiyyah, maka al-Khin membaginya menjadi lima bagian:MutakalliminHanafiyyahal-Jam’iTakhrij al-Furu’ ‘alal Ushul dan Syathibiyyah(al-Khin, 2000: 8).

Dengan demikian, pembagian tersebut telah menempatkan pemikiran Imam al-Syathibi dalam al-Muwafaqat menjadi salah satu bagiatn corak aliran yang terpisah dari aliran ushul fiqih lainnya. Hal ini karena dalam coraknya, al-Syathibi mencoba menggabungkan teori-teori (nadhariyyat) ushul fiqh dengan konsep maqashid al-syari’ah sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih hidup dan lebih kontekstual.

Menurut Darusmanwiati, Ada dua nilai penting apabila model al-Syathibi ini dikembangkan para ulama sekarang dalam menggali hukum:

Pertama, dapat menjembatani antara “aliran kanan” dan “aliran kiri”. “Aliran kanan” yang dimaksud adalah mereka yang tetap teguh berpegang pada konsep-konsep ilmu ushul fiqh sedangkan “aliran kiri” adalah mereka yang terakhir ini vokal dengan idenyatajdid ushul al-fiqh dalam pengertian perlu adanya dekonstruksi ushul fiqih demi menghasilkan produk fiqih yang lebih kapabel …. Kedua, model al-Syathibi ini akan lebih menghasilkan produk hukum yang dalam istilah Ibnu al-Qayyim, al fiqh al-hayy, fiqih yang hidup. Karena itu, fiqih yang terlalu teksbook yang penulis (Darusmanwiati) istilahkan dengan Fiqh Ushuly akan berubah menjadi Fiqh Maqashidy (Darusmanwiati, Islamlib: 309)

Arti penting teori maqashid al-syari’ah yang pertama tersebut dianggap dapat memberi napas bagi produk-produk fiqih para ulama yang terlalu terpaku pada teks dan tanpa mengindahkan konteks. Lebih dari itu juga dapat menepis anggapan sementara orang bahwa hukum Islam adalah hukum yang mati, ambigu, bahkan terkadang, menurut mereka, kurang manusiawi (al-Turabi, 2000: 18). Oleh karena itulah, teori ushul fiqih dan maqashid al-syari’ah harus dikawinkan untuk mengatasinya.

Selanjutnya, dengan metodologi Imam al-Syathibi dalam al-Muwafaqat-nya yang mencoba menggabungkan teori-teori ushul fiqih dengan maqashid al-syari’ah akan menjadi penghubung sekaligus jembatan untuk meng-“ishlahkan” kedua kecenderungan di atas. Memisahkan maqashid al-syari’ah dari teori-teori ushul fiqh merupakan kesalahan karena tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan maqashid al-syari’ah an.sich,. Apa yang dikemukakan Thahir bin Asyur dalam bukunyaMaqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah yang secara yakin menjadikan maqashid al-syari’ah ini sebagai ilmu mustaqil yang terlepas dari ilmu ushul  fiqh (Asyur, 1999: 180), kata Darusmanwiati, adalah tidak benar, karena teori-teori dan kerangka yang dikemukakan Asyur sendiri, disadari atau tidak, adalah teori-teori ushul fiqh itu sendiri hanya dengan format yang berbeda (Darusmanwiati, Islamlib: 309).

Sebenarnya, maqashid al-syari’ah telah dikembangkan oleh para mujtahid sebelum al-Syathibi dan bahkan dikembangkan dan disempurnakan juga oleh para pemikiran kontemporer zaman ini. Kata al-maqashid sendiri menurut Ahmad Raisuni, pertama kali digunakan oleh al-Turmudzi al-Hakim, ulama yang hidup pada abad ke-3. Dialah, menurut Raisuni, yang pertama kali menyuarakan maqashid al-syari’ah melalui buku-bukunya, al-Shalah wa Maqashiduhu, al-Haj wa Asraruh, al-‘Illah, ‘Ilal al-Syari’ah, ‘Ilal al-‘Ubudiyyah dan juga bukunya al-Furuq yang kemudian diadopsi oleh Imam al-Qarafi menjadi judul buku karangannya (al-Raisani, 1995: 32).

Setelah al-Hakim kemudian muncul Abu Mansur al-Maturidy (w. 333. H.) dengan karyanya Ma’khad al-Syara’ disusul Abu Bakar al-Qaffal al-Syasyi (w.365 H.) dengan bukunya Ushul al-Fiqh dan Mahasin al-Syari’ah. Setelah al-Qaffal muncul Abu Bakar al-Abhari (w.375 H.) dan al-Baqillany (w. 403 H.) masing-masing dengan karyanya, di antaranya, Mas’alah al-Jawab wa al-Dalail wa al ‘Illah dan al-Taqrib wa al-Irsyad fi Tartib Thuruq al-Ijtihad.

Sepeninggal al-Baqillany muncullah al-Juwainy, al-Ghazali, al-Razy, al-Amidy, Ibnu Hajib, al-Baidhawi, al-Asnawi, Ibnu Subuki, Ibnu Abd al-Salam, al-Qarafi, al-Thufi, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim. (al-Raisani, 1995 : 40–71)

Urutan di atas adalah versi Ahmad Raisuni, sedangkan menurut Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawy, sejarah maqashid al-syari’ah ini dibagi dalam dua fase yaitu fase sebelum Ibnu Taimiyyah dan fase setelah Ibnu Taimiyyah (al-Badawy, 2000: 75-114).

Adapun menurut Hammadi al-Ubaidy orang yang pertama kali membahas maqashid al-syari’ah adalah Ibrahim al-Nakha’i (w..96 H.), seorang tabi’in sekaligus gurunya Hammad ibnu Sulaiman gurunya Abu Hanifah. Setelah itu lalu muncul al-Ghazali, al-Izzu ibnu Abdi al-Salam, Najamu al-Din al-Thufi dan terakhir Imam al-Syathibi (al-Ubaidy, t.t: 134).

Sementara Ismail al-Jasani dalam kitabnya “Nadhariyat al-Maqashid ‘inda al-Imam Muhammad al-Thahir ibnu ‘Asyur” menyatakan bahwa  pemikiran al-maqashiddikenal dalam dua sumber; sumber dari ulama ushul dan ulama fiqih. Pemikiran al-maqashid dalam pandangan ulama ushul ini diwakili oleh al-Juwaini (w. 478 H.) dan al-Ghazali (w. 505 H.). Sedangkan dalam pandangan ulama fiqih ditemukan al-‘Izzu ibnu ‘Abdi al-Salam (w. 660 H.), Syihab al-Din al-Qarafi (w. 685 H.), Najam al-Din al-Thufi (w. 716 H.), Ibnu Taimiyah (w. 728 H.), muridnya Ibnu al-Qayyim (w. 751 H.) dan al-Syathibi Abu Ishaq (w. 790 H.) (al-Jasani, 1995; 41 – 71).

Meskipun dengan versi yang beraneka ragam, namun dapat diambil kesimpulan bahwa sebelum imam al-Syathibi, maqashid al-syari’ah sudah ada dan sudah dikenal hanya saja susunannya belum sistematis hingga datangnya imam al-Syathibi.

Dengan tidak mengecilkan arti penting pemikiran maqashid dan peran para imam sebelum al-Syathibi, penulis menganggap bahwa pemikiran sistematis al-Syathibi sudah dianggap mewakili untuk mengungkanpkan pendekatan al-Maqashid ini. Dengan demikian pemikiran maqashid selain al-Syatibi, dalam pembahasan ini, hanya menjadi pelengkap dan pemperkaya teori yang dikembangkannya.

Membahas pemikiran maqashid al-Syathibi yang ditulis dalam kitabnya “al-Muwafaqat”, tidak bisa dilepaskan dengan dua tujuan asasi penulisan kitab ini yang terkait erat dengan kondisi objektif masyarakatnya. Tujuan pertama adalah mengungkap rahasia di balik beban syariat, sebagaimana judul bukunya sebelum diganti dengan al-Muwafaqat, dan kedua adalah mempertemukan dua madzhab yang berseberangan dalam pemikiran hukum Islam; yaitu Ibnu al-Qasim dan Abu Hanifah (al-Jasani, 1995; 66). Tujuan ini telah diungkapkan al-Syathibi dalam mukaddimah-nya.

Dengan demikian, menelaah pemikiran al-Syathibi harus selalu dikaitkan dengan tujuan asasi tersebut dan kondisi obyektif masyarakat dan para pemimpin masa al-Syathibi. Keinginannya menyingkap rahasia-rahasia diturunkannya syari’ah tidak lain dikarenakan perselisihan para ulama yang semakin meruncing; antara pengikut madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i, dan antara para kaum sufi dan ahli hukum.

Sebelum membahas lebih jauh pemikirannya, perlu kiranya terlebih dahulu diungkapkan gambaran sekilas mengenai kitab al-Muwafaqat.

Pemikiran al-Syatibi tentang maqashid al-syari’ah tertuang dalam satu kitab yang bernama al-Muwafaqat. Kitab ini merupakan kitab yang terbesar yang menjadi rujukan utama untuk mempelajari dan menggunakan maqashid al-syari’ah dalam memecahkan persoalan hukum. Kata Rasyid Ridha dalam sebuah syairnya yang dituangkan dalam Muqaddimah Kitab al-I’tisham, ketika mengomentari dua buah kitab karya al-Syathibi, yaitu al-Muwafaqat dan al-I’tisham menyatakan “Qalilun minka yakfiini wa lakin qaliluka la yuqalu lahu qalil”. Bahkan ia lebih jauh memberikan dua buah gelar bagi Imam al-Syathibi yaitu Mujaddid fi al-Islam dengan Kitab al-Muwafaqat-nya dan al-Mushlih dengan Kitab al-I’tisham-nya (Ridla, 1982: 4).

Memang layak imam al-Syathibi menyandang dua gelar di atas karena dalam al-Muwafaqat ia mencoba memperbaharui pemahaman syari’ah dengan jalan membawaaqal untuk memahami maqasid dan rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Sementara dalam al-I’tisham ia mencoba mengembalikan bid’ah kepada sunnah serta mencoba menawarkan konsep untuk membangun sebuah kehidupan masyarakat yang sesuai dengan apa yang dipraktekkan pada masa Rasulullah Saw dan al-Khulafa al-Rasyidun.

Awalnya buku al-Muwafaqat ini diberi judul al-Ta’rif bi Asrar al-Taklif karena mengungkap rahasia-rahasia di balik hukum taklif. Akan tetapi imam al-Syathibi merasa kurang cocok dengan nama ini  sampai suatu hari ia bermimpi. Dalam mimpinya ini imam al-Syathibi bertemu dengan salah seorang syaikhnya, keduanya berjalan dan bercerita dengan seksama. Lalu gurunya itu berkata kepada imam al-Syathibi: “Kemarin saya bermimpi melihat kamu membawa sebuah buku hasil karyamu sendiri. Lalu saya bertanya kepadamu tentang judul buku itu dan kamu mengatakan bahwa judulnya adalah al-Muwafaqat.  Saya lalu bertanya kembali maknanya dan kamu menjawab bahwa kamu mencoba menyelaraskan dua madzhab yaitu Maliki dan Hanafi”. Setelah mimpi itu, imam al-Syathibi mengganti nama bukunya dengan namaal-Muwafaqat (al-Syatibi, t.t: 17).

Dari ungkapan imam al-Syathibi di atas tampak bahwa ia mencoba menyamakan kedudukan imam Malik dan Abu Hanifah. Ia mengangkat kedudukan imam Malik dan menjadikan Abu Hanifah sejajar dengan kedudukan Ibnu al-Qasim, salah seorang murid imam Malik.

Buku al-Muwafaqat ini pertama kali dikenal di Tunis oleh para mahasiswa dan para ulama Tunis saat itu. Kemudian untuk pertama kalinya dicetak di Tunisia pada tahun 1302 H atau 1884 M di Mathba’ah al-Daulah al-Tunisiyyah dengan tashih dari tiga ulama besar Tunisia saat itu yaitu: Syaikh Ali al-Syanufi, Syaikh Ahmad al-Wartany dan Syaikh Shalih Qayiji. Sedangkan di Mesir baru dicetak pertama kali tahun 1341H / 1922 M atau setelah kurang lebih 38 tahun dicetak di Tunisia (Asyur, tt : 76). Oleh karena itu, apa yang ditulis Abdullah Darraz dalam Mukaddimah al-Muwafaqat bahwa buku ini pertama kali dicetak di Mesir, menjadi terbantahkan (Daraz, t.t: 11).

Kitab ini mulai dikenal di Mesir semenjak Muhammad Abduh mengadakan kunjungan ke Tunisia tahun 1884 M. Sejak kunjungan itulah, Abduh kemudian memperkenalkannnya kepada  Mesir dan langsung dicetak dua kali cetakan, yang pertama ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid (dicetak oleh Maktabah Shabih di Mesir tahun 1969M) dan yang kedua ditahkik oleh Syaikh Abdullah Darraz (dicetak oleh al-Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra di Mesir tanpa tahun cetakan) (al-Ubaidy, t.t: 1001).

Di antara ulama yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempopulerkan kitab ini adalah Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridha serta murid Rasyid Ridha, Abdullah Darraz. Bahkan Rasyid Ridha melihat kitab al-Muwafaqat ini sebanding dengan al-Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun (Ridla, 1982: 4).

Kitab al-Muwafaqat ini kini menjadi sangat populer bukan hanya di Timur Tengah, tetapi juga di Barat. Di Kanada, Belanda dan Amerika misalnya, al-Muwafaqat menjadi buku pegangan wajib bagi mereka yang mengambil Syu’bah Islamic Studies. (Darusmanwiati, Islamlib: 309)

Karya-karya besar pun telah banyak dihasilkan, terutama dalam bentuk disertasi dan tesis, dari mengkaji buku ini. Di antara karya-karya dimaksud adalah Ahmad Raisuni;Nadhariyyatul  Maqasid  Maqasid ‘Inda al-Imam al-Syathibi; Hammadi al-Ubaidhi; al-Syathibi wa Maqasid al-Syari’ah, Abdurrahman Zaid al-Kailani; Qawaid al-Maqasid ‘Inda al-Imam al-Syathibi, Abdul Mun’in Idris; Fikru al-Maqashid ‘Inda al-Syathibi min Khilal Kitab al-Muwafaqat, Abd  Majid Najar; Masalik al-Kasyf ‘an Maqasid al-Syari’ah Baina al-Syathibi wa Ibn ‘Asyur, Jailani al-Marini; al-Qawaid al-Ushuliyyah ‘Inda al-Syathibi, Basyir Mahdi al-Kabisi; al-Syathibi wa Manhajatuhu fi Maqasid al-Syari’ah dan Habib Iyad; Maqasid al-Syari’ah fi Kitab al-Muwafaqat li al-Syathibi(Darusmanwiati, Islamlib: 309). Sayang, tidak semua kitab tersebut di atas dapat penulis temukan. 

Demikian sekilas buku imam al-Syathibi yang hingga saat ini menjadi rujukan para peneliti hukum Islam, terutama yang terkait dengan maqashid al-syari’ah atau ilmu maqashid. Berikut ini akan ditelaah secara panjang lebar substansi maqashid al-syari’ah yang terdapat dalam pemikiran al-Syathibi dan pemikir lainnya. Pembahasan ini terfokus pada pemikiran maqashid dan dasar-dasar yang membangunnya.

Imam al-Syathibi membahas maqashid al-syari’ah dalam kitabnya al-Muwafaqat juz II sebanyak 313 halaman (menurut buku cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah). Persoalan yang dikemukakan di dalamnya sebanyak 62 masalah.

Dalam pembahasannya, Imam al-Syathibi membagi al-maqashid ini kepada dua bagian penting yakni maksud syari’ (qashdu al-syari’) dan maksud mukallaf (qashdu al-mukallaf). Maksud syari’ kemudian dibagi lagi menjadi 4 bagian yaitu:

1.    Qashdu al-Syari’ fi Wadh’i al-Syari’ah (maksud syari’ dalam menetapkan syariat).

Dalam bagian ini ada 13 permasalahan yang dikemukakan, namun semuanya mengacu kepada suatu pertanyaan: “Apakah sesungguhnya maksud syari’ dengan menetapkan syari’atnya itu?”

Menurut imam al-Syathibi, Allah menurunkan syariat (aturan hukum) tiada lain selain untuk mengambil kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (jalbul mashalih wa dar’ul mafasid). Dengan bahasa yang lebih mudah, aturan-aturan hukum yang Allah tentukan hanyalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri (al-Syathibi, t.t; 6).  al-Syathibi kemudian membagi maslahat ini kepada tiga bagian penting yaitu dharuriyyat(primer), hajiyyat (skunder) dan tahsinat (tersier,lux).

Maqashid atau maslahat dharuriyyat adalah sesuatu yang mesti adanya demi terwujudnnya kemaslahatan agama dan dunia. Apabila hal ini tidak ada, maka akan menimbulkan kerusakan bahkan hilangnya hidup dan kehidupan seperti makan, minum, shalat, shaum dan ibadah-ibadah lainnya (al-Syathibi, Juz II, t.t: 7).  Yang termasukmaslahat atau maqashid dharuriyyat ini ada lima yaitu: agama (al-din), jiwa (al-nafs), keturunan (an-nasl), harta (al-mal) dan aqal (al-aql) (al-Syatibi, Juz II, t.t: 8).

Cara untuk menjaga yang lima tadi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu, pertama, dari segi adanya (min nahiyyati al-wujud) yaitu dengan cara manjaga dan memelihara hal-hal yang dapat melanggengkan keberadaannya, dan kedua, dari segi tidak ada (min nahiyyati al- ‘adam) yaitu dengan cara mencegah hal-hal yang menyebabkan ketiadaannya.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh: a) Menjaga agama dari segi al-wujudmisalnya shalat dan zakat, b) menjaga agama dari segi al-‘adam misalnya jihad dan hukuman bagi orang murtad, c) menjaga jiwa dari segi al-wujud misalnya makan dan minum, d) menjaga jiwa dari segi al-‘adam misalnya hukuman qishash dan diyat, e) menjaga akal dari segi al-wujud misalnya makan dan mencari ilmu, f) menjaga akal dari segi al-‘adam misalnya had bagi peminum khamr, g) menjaga keturunan dari segial-wujud misalnya nikah, h) Menjaga keturunan dari segi al-‘adam misalnya had bagi pezina dan muqdzif, i) menjaga harta dari segi al-wujud misalnya jual beli dan mencari rizki, dan j) menjaga harta dari segi al-‘adam misalnya riba, memotong tangan pencuri.

Sebelum penulis memaparkan lebih jauh cara kerja dan aplikasi dari al-dharuriyyat al-khams ini, perlu penulis sampaikan terlebih dahulu urutan kelima dharuriyyat ini baik menurut imam al-Syathibi maupun ulama ushul lainnya. Hal ini sangat penting karena berpengaruh pada kesimpulan hukum yang akan dihasilkan.

Urutan kelima dharuriyyat ini bersifat ijtihady bukan naqly, artinya ia disusun berdasarkan pemahaman para ulama terhadap nash yang diambil dengan cara istiqra(induktif). Dalam merangkai kelima dharuriyyat ini (ada juga yang menyebutnya dengan al-kulliyyat al-khamsah), imam al-Syathibi terkadang lebih mendahulukan aqldari pada nasl, terkadang nasl terlebih dahulu kemudian aql dan terkadang nasl lalumal dan terakhir aql. Namun satu hal yang perlu dicatat bahwa dalam susunan yang manapun imam al-Syathibi tetap selalu mengawalinya dengan din dan nafs terlebih dahulu.

Dalam al-Muwafaqat I/38, II/10, III/10 dan IV/27 urutannya adalah sebagai berikut: al-din (agama), al-nafs (jiwa), al-nasl (keturunan), al-mal (harta) dan al-aql (akal). Sedangkan dalam al-Muwafaqat III/47: al-din, al-nafs, al-aql, al-nasl dan al-mal.Dan dalam al-I’tisham II/179 dan al-Muwafaqat II/299: al-din, al-nafs, al-nasl, al-aqldan al-mal.

Perbedaan urutan di atas, menunjukkan bahwa semuanya sah-sah saja karena sifatnyaijtihadi. Para ulama ushul lainnya pun tidak pernah ada kata sepakat tentang hal ini.

Bagi al-Zarkasyi misalnya, urutan itu adalah: al-nafs,  al-mal, al-nasab, al-din danal-‘aql (al-Zarkasyi, 1993: 612). Sedangkan menurut al-Amidi: al-din, al-nafs, al-nasl, al-aql dan al-mal (al-Amidi, 1991: 252). Bagi al-Qurafi: al-nufus, al-adyan, al-ansab, al-‘uqul, al-amwal atau al-a’radh (al-Qarafi, t.t: 391). Sementara menurut al-Ghazali: al-din, al-nafs, al-‘aql, al-nasl dan al-mal (al-Ghazali, 1997: 258).

Namun urutan yang  dikemukakan al-Ghazali ini adalah urutan yang paling banyak dipegang para ulama fiqh dan ushul fiqih berikutnya. Bahkan, Abdullah Darraz, pentahkik al-Muwafaqat sendiri,  memandang urutan versi al-Ghazali ini adalah yang lebih mendekati kebenaran (Daraz, Juz II, t.t: 153).

Cara kerja dari kelima dlaruriyyat di atas adalah masing-masing harus berjalan sesuai dengan urutannya. Menjaga al-din harus lebih didahulukan daripada menjaga yang lainnya; menjaga al-nafs harus lebih didahulukan dari pada al-aql dan al-nasl begitu seterusnya. Salah satu contoh yang dapat penulis kemukakan adalah membunuh diri atau menceburkan diri dalam kebinasaan adalah sesuatu yang dilarang sebagaimana bunyi teks dalam surat al-Baqarah. Akan tetapi kalau untuk kepentingan berjihad dan kepentingan agama Allah, menjadi boleh karena sebagaimana telah disinggung di atas bahwa menjaga agama harus didahulukan dari pada menjaga jiwa. Oleh kerena itu, sebagian besar para ulama membolehkan istisyhad para pejuang Palestina dengan pertimbangan hukum di atas.

Akan tetapi bagaimana dengan kasus orang sakit yang karena suatu kebutuhan pengobatan boleh dilihat auratnya atau musafir yang boleh mengqashar shalat, bukankah itu berarti al-nafs lebih didahulukan dari pada al-din?

Persoalan ini sesungguhnya bukanlah persoalan baru. al-Amidy dalam al-Ahkam-nya, misalnya, telah mengulas secara panjang lebar dalam al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam(sebagian membacanya al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam) juz IV halaman 243-245. Dalam kesempatan ini penulis akan mengutip pendapat Abdullah Darraz karena lebih ringkas. Menurutnya bahwa dalam tataran umum agama harus lebih didahulukan daripada yang lainnya karena ini menyangkut ushul al-din, sedangakan dalam hal tertentu jiwa dan harta terkadang lebih didahulukan dari pada agama (mustatsnayyat). Disinilah dibutuhkan kejelian seorang mujtahid (Daraz, Juz II, t.t: 154).

Maqashid atau Maslahah Hajiyyat adalah sesuatu yang sebaiknya ada agar dalam melaksanakannya leluasa dan terhindar dari kesulitan. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka ia tidak akan menimbulkan kerusakan atau kematian hanya saja akan mengakibatkan masyaqqah dan kesempitan. (al-Syathibi, t.t: 9). Misalnya, dalam masalah ibadah adalah adanya rukhsah; shalat jama dan qashar bagi musafir.

Maqashid atau Maslahah Tahsinat adalah sesuatu yang sebaiknya ada demi sesuainya dengan keharusan akhlak yang baik atau dengan adat. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka tidak akan menimbulkan kerusakan atau hilangnya sesuatu juga tidak akan menimbulkan masyaqqah dalam melaksanakannya, hanya saja dinilai tidak pantas dan tidak layak manurut ukuran tatakrama dan kesopanan. Di antara contohnya adalahthaharah, menutup aurat dan hilangnya najis (al-Syathibi, t.t: 9).

Untuk memperjelas maqashid atau maslahah dikaitkan dengan tiga tingkat kepentingan; dharuriyathajiyat dan tahsiniyat, maka perlu diterangkan keterkaitan atau cara kerjanya:


  1. a. Memelihara Agama


Menjaga dan memelihara agama berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

1)      Memelihara agama dalam peringkat dlaruriyat, yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang termasuk peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Bila shalat ini diabaikan, maka terancam eksistensi agamanya

2)      Memelihara agama dalam peringkat hajiyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud menghindari kesulitan, seperti shalat jama’ dan qasar bagi musafir. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan, tidak mengancam eksistensi agama, cuma dapat mempersulit pelaksanaannya.

3)      Memelihara agama dalam peringkat tahsiniyat, yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajibannya kepada Tuhan. Misalnya menutup aurat baik di dalam maupun diluar shalat dan membersihkan pakaian, badan dan tempat. Kegiatan ini erat kaitannya dengan akhlak terpuji. Apabila semua itu tidak dilakukan karena tidak memungkinkan, maka tidak mengamcam eksistensi agama. Namun demikian, tidak berarti tahsiniyat itu dianggap tidak perlu, sebab peringkat ini akan menguatkan dlaruriyat dan hajiyat.

  1. b. Memelihara Jiwa


Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

1)      Memelihara jiwa pada peringkat dlururiyat adalah memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan pokok itu diabaikan akan berakibat terancamnya eksistensi jiwa manusia

2)      Memelihara jiwa pada peringkat hajiyat adalah dibolehkannya berburu dan menikmati makanan yang lezat dan halal. Kalau kegiatan ini diabaikan tidak akan mengancam eksistensi kehidupan manusia, melainkan hanya dapat mempersulit hidupnya.

3)      Memelihara jiwa pada peringkat tahsiniyat seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum. Kegiatan ini hanya berhubungan dengan kesopanan dan etika. Sama sekali tidak akan mengancam eksistensi jiwa manusia atau mempersulitnya.

  1. c. Memelihara Akal


Memelihara akan, dilihat dari kepentingannya dapat dibagi menjadi tiga perinkat:

1)      Memelihara akan pada peringkat dlaruriyat, seperti diharamkan minum minuman keras. Apabila ketentuan ini dilanggar akan berakibat terancamnya eksistensi akal manusia.

2)      Memelihara akal pada peringkat hajiyat, seperti dianjurkan untuk menuntuk ilmu pengetahuan. Sekirannya kegiatan itu tidak dilakukan tidak akan merusak eksistensi akal, akan tetapi dapat mempersulit seseorang terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan akhirnya berimbas kesulitan dalam hidup.

3)      Memelihar akal pada peringkat tahsiniyat, menghindarkan diri dari kegiatan menghayal dan mendengarkan atau melihat melihat sesuatu yang tidak berfaedah. Kegiatan itu semua tidak secara langsung mengancam eksistensi akal manusia.

  1. d. Memelihara Keturunan


Memelihara keturunan, ditinjau dari kebutuhannya dapat dibagi menjadi tiga:

1)      Memelihara keturunan pada peringkat dlaruriyat, seperti disyariatkannya menikah dan dilarangnya berzina. Apabila hal ini diabaikan dapat mengancam eksistensi keturunan.

2)      Memelihara keturunan pada peringkat hajiyat, seperti ditetapkan menyebut mahar bagi suami ketika melangsungkan akad nikah dan diberikannya hak talak kepadanya. Bila penyebutan itu tidak dilakukan maka akan mempersulit suami, karena diharuskan membayar mahar misl. Juga talak, bila tidak dibolehkan akan mempersulit rumah tangga yang tidak bisa dipertahankan lagi.

3)      Memelihara keturunan pada peringkat tahsiniyat, seperti disyariatkannya khitbah (peminangan) dan walimah (resepsi) dalam pernikahan. Hal ini dilakukan untuk melengkapi acara pernikahan. Bila tidak dilakukan tidak mengancam eksistensi keturunan dan tidak pula mempersulit.

  1. e. Memelihara Harta


Memelihara harta, ditinjau dari kepentingannya dibagi menjadi tiga peringkat:

1)      Memelihara harta pada peringkat dlaruriyat, seperti disyariatkan tata cara kepemilikan melalui jual beli dan dilaranganya mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar seperti mencuri. Apabila aturan ini dilanggar akan mengancam eksistensi harta

2)      Memelihara harta pada peringkat hajiyat, seperti  disyariatkannya jual beli dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai tidak akan mengancam eksistensi harta

3)      Memelihara harta pada peringkat tahsiniyat, seperti perintah menghindarkan diri dari penipuan dan spekulatif. Hal ini berupa etika bermuamalah dan sama sekali tidak mengancam kepemilikan harta apabila diabaikan. (Mu’allim dan Yusdani, 1999; 58-61)

2.  Qashdu al-Syari’ fi Wadh’i al-Syari’ah lil Ifham (maksud Syari’ dalam menetapkan syari’ahnya ini adalah agar dapat dipahami).

Bagian ini merupakan pembahasan yang peling singkat karena hanya mencakup 5 masalah. Dalam menetapkan syari’atnya, Syari’ bertujuan agar mukallaf dapat memahaminya, itulah maksud dari bagian kedua.

Ada dua hal penting yang dibahas dalam bagian ini. Pertama, syari’ah ini diturunkan dalam Bahasa Arab sebagaimana firmanNya dalam surat Yusuf ayat 2; as-Syu’ara: 195. Oleh kerena itu, untuk dapat memahaminya harus terlebih dahulu memahami seluk beluk dan uslub Bahasa Arab.

Dalam hal ini imam al-Syathibi berkata: “Siapa orang yang hendak memahaminya, maka dia seharusnya memahami dari sisi lidah Arab terlebih dahulu, karena  tanpa ini tidak mungkin dapat memahaminya secara mantap. Inilah yang menjadi pokok dari pembahasan masalah ini” (Mu’allim dan Yusdani, 1999: 50).

Dengan bahasa lebih mudah, di samping mengetahui bahasa Arab, untuk memahami syari’at ini juga dibutuhkan ilmu-ilmu lain yang erat kaitannya dengan lisan Arab seperti ushul fiqih, mantiq, ilmu ma’ani dan yang lainnya. Karenanya, tidaklah heran apabila bahasa Arab dan ushul fiqih termasuk persyaratan pokok yang harus dimiliki seorang mujtahid.

Kedua, bahwa syari’at ini ummiyyah, maksudnya untuk dapat memahaminya tidak membutuhkan bantuan ilmu-ilmu alam seperti ilmu hisab, kimia, fisika dan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar syari’ah mudah dipahami oleh semua kalangan manusia. Apabila untuk memahami syari’at ini memerlukan bantuan ilmu lain seperti ilmu alam, paling tidak ada dua kendala besar yang akan dihadapi manusia umumnya, yaitu kendala dalam hal pemahaman dan dalam pelaksanaan (Mu’allim dan Yusdani, 1999: 53). Syari’ah mudah dipahami oleh siapa saja dan dari bidang ilmu apa saja karena ia berpangkal kepada konsep maslahah (fahuwa ajraa ‘ala i’tibari al-maslahah) (Mu’allim dan Yusdani, 1999: 53)

Di antara landasan bahwa syari’at ini ummiyyah adalah karena pembawa syari’at itu sendiri (Rasulullah Saw) adalah seorang yang ummi sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya surat al-Jum’ah ayat 2, al-Araf ayat 158, al-Ankabut 48 dan keterangan-keterangan lainnya.

Ada kecenderungan berlebihan dari sebagian ulama yang tidak sesuai dengan sifatsyari’ah ummiyyah ini, lanjut al-Syathibi, yaitu bahwa al-Qur’an mencakup semua bidang keilmuan, baik keilmuan lama ataupun modern. Betul, lanjut al-Syathibi, al-Qur’an menyinggung dan sesuai dengan berbagai disiplin ilmu, namun  tidak berarti al-Qur’an mencakup semuanya, itu semua hanyalah isyarat saja dan bukan sebagai legitimasi semua disiplin ilmu.

Ayat yang sering dijadikan dalil adalah surat an-Nahl 89 yang berbunyi: “Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu”, dan surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi: “Tidaklah Kami lewatkan sesuatupun dari al-Qur’an”. Menurut al-Syathibi, kedua ayat di atas mempunyai makna tertentu. Ayat pertama mengenai masalah taklif dan ibadah sedangkan maksud al-kitab dalam ayat kedua adalah allauh al-mahfudz (Mu’allim dan Yusdani, 1999: 53: 61).

3.   Qashdu al-Syari’ fi Wadh’i al-Syari’ah li al-Taklif bi Muqtadhaha

Bagian ini menyatakan bahwa maksud Syari’ dalam menentukan syari’at adalah untuk dilaksanakan sesuai dengan yang dituntut-Nya. Masalah yang dibahas dalam bagian ini ada 12 masalah, namun semuanya mengacu kepada dua masalah pokok yaitu:

Pertama, taklif yang di luar kemampuan manusia (at-taklif bima laa yuthaq). Pembahasan ini tidak akan dibahas lebih jauh karena sebagaimana telah diketahui bersama bahwa tidaklah dianggap taklif apabila berada di luar batas kemampuan manusia (al-Ghazali, 1997: 81). Dalam hal ini imam al-Syathibi mengatakan: “Setiaptaklif yang di luar batas kemampuan manusia, maka secara Syar’i taklif itu tidak sah meskipun akal membolehkannya” (al-Syatibi, t.t: 82).

Apabila dalan teks Syari’ ada redaksi yang mengisyaratkan perbuatan di luar kemampuan manusia, maka harus dilihat pada konteks, unsur-unsur lain atau redaksi sebelumnya. Misalnya, firman Allah: “Dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim”. Ayat ini bukan berarti larangan untuk mati karena mencegah kematian adalah di luar batas kemampuan manusia. Maksud larangan ini adalah larangan untuk memisahkan antara keislalman dengan kehidupan di dunia ini karena datangnya kematian tidak akan ada yang mengetahui seorangpun.

Begitu juga dengan sabda Nabi: “Janganlah kamu marah” tidak berarti melarang marah, karena marah adalah tabiat manusia yang tidak mungkin dapat dihindari. Akan tetapi maksudnya adalah agar sedapat mungkin menahan diri ketika marah atau menghindari hal-hal yang mengakibatkan marah.

Keduataklif yang di dalamnya terdapat masyaqqah, kesulitan (al-taklif bima fiihi masyaqqah). Persoalan inilah yang kemudian dibahas panjang lebar oleh imam al-Syathibi. Menurut imam al-Syathibi, dengan adanya taklif, Syari’ tidak bermaksud menimbulkan masyaqqah bagi pelakunya (mukallaf) akan tetapi sebaliknya di balik itu ada manfaat tersendiri bagi mukallaf (al-Syathibi, t.t: 93). Bila dianalogkan kepada kehidupan sehari-hari, obat pahit yang diberikan seorang dokter kepada pasien, bukan berarti memberikan kesulitan baru bagi sang pasien akan tetapi di balik itu demi kesehatan si pasien itu sendiri pada masa berikutnya.

Dalam masalah agama misalnya, ketika ada kewajiban jihad, maka sesungguhnya tidak dimaksudkan dengannya untuk menceburkan diri dalam kebinasaan, tetapi untuk kemaslahatan manusia itu sendiri yaitu sebagai wasilah amar makruf nahyil munkar. Demikian pula dengan hukum potong tangan bagi pencuri, tidak dimaksudkan untuk merusak anggota badan akan tetapi demi terpeliharanya harta orang lain.

Apabila dalam taklif ini ada masyaqah, maka sesungguhnya ia bukanlah masyaqah tapikulfah, sesuatu yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari kegiatan manusia sebagaimana dalam kacamata adat, orang yang memikul barang atau bekerja siang malam untuk mencari kehidupan tidak dipandang sebagai masyaqah, tetapi sebagai salah satu keharusan dan kelaziman untuk mencari nafkah.  Demikian juga halnya dengan masalah ibadah. Masyaqah seperti ini menurut imam Syathibi disebutMasyaqah Mu’tadah karena dapat diterima dan dilaksanakan oleh anggota badan dan karenanya dalam syara’ tidak dipandang sebagai masyaqah (al-Syathibi, t.t: 94).

Yang dipandang sebagai masyaqah adalah apa yang disebutnya dengan Masyaqah Ghair Mu’tadah atau Ghair ‘Adiyyah yaitu masaqah yang tidak lazim dan tidak dapat dilaksanakan atau apabila dilaksanakan akan menimbulkan kesulitan dan kesempitan. Misalnya, keharusan berpuasa bagi orang sakit dan  orang jompo. Semua ini adalahmasyaqah ghair mu’tadah yang dikecam oleh Islam. Untuk mengatasi masyaqah ini, Islam memberikan jalan keluar melalui rukhshah atau keringanan.

4.  Qashdu al-Syari’ fi Dukhul al-Mukallaf Tahta Ahkam al-Syari’ah

Pembahasan bagian terakhir ini  merupakan pembahasan paling panjang mencakup 20 masalah. Namun semuanya mengacu kepada pertanyaan: “Mengapa mukallaf melaksanakan hukum Syari’ah?” Jawabannya adalah untuk mengeluarkan mukallafdari tuntutan dan keinginan hawa nafsunya sehingga ia menjadi seorang hamba yang  dalam istilah imam al-Syathibi disebut: hamba Allah yang ikhtiyaran dan bukan yangidthiraran (al-Syathibi, t.t: 128). Atau dalam istilah Dr. Ahmad Zaid: Ikhrajul ‘abd min da’iyatil hawa ila daiyatil ‘ubudiyyah (Zaid, 13 Agustus 2002).

Untuk itu, setiap perbuatan yang mengikuti hawa nafsu, maka ia batal dan tidak ada manfa’atnya. Sebaliknya, setiap perbuatan harus senantiasa mengikuti petunjuk Syari’ dan bukan mengikuti hawa nafsu.

Berbicara maqashid al-syari’ah yang secara sistematis digagas oleh al-Syaithibi tidak bisa begitu saja dilepaskan dari para pendahulunya hingga imam Malik. Hal ini karena sebenarnya titik tekan dari ilmu maqashid adalah memberikan manfaat dan menolakmudharat. Karena itu arti maqashid al-syari’ah dan teori maslahah bisa dianggap sama (al-Jasani, 1995: 46), bahkan dikatakan bahwa maqashid al-syari’ah adalah maslahah itu sendiri.  Dalam hal ini al-Ghazali menyatakan:

“…Akan tetapi yang kami maksudkan dengan maslahah adalah memelihara maksud syari’at, sedangkan maksud syari’at itu ada lima; menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apabila kelima hal tersebut tidak dipelihara, maka yang terjadi adalah kerusakan dan menjaganya adalah maslahah” (al-Ghazali, 1997: 1/286).

Untuk mencapai maksud syari’at dan maslahah yang diinginkan, pengambilan keputusan tidak bisa hanya disandarkan kepada satu teks al-Qur’an dan hadits, namun harus dilakukan dalam bentuk penelitian komprehensif kepada seluruh dalil, baik dalam bentuk teks maupun lainnya (al-Syathibi, 1982: 2/38). Ketidak pastian hadits ahad sudah jelas dan kepastian hadits mutawatir juga telah diakui secara universal, namun sebuah periwayatan dalam jangka waktu yang lama tidak bisa dijamin kepastianya, apalagi bahasa yang digunakan memiliki struktur yang komplek, metafora dan hanonim yang tidak mungkin berpindah tanpa adanya distorsi. Karena itu, kebenaran maksud syariat yang diakui adalah kebenaran yang diambil secara kolektif dari dalil-dalil yang ada. Metode inilah yang sering disebut sebagai istiqra’i(pembuktian induktif) (al-Syathibi, 1982: 1/31).

Pembuktian induktif ini tidak hanya menelaah satu atau dua teks, tapi menelaah semua sumber, dari al-Qur’an, hadits, ijma’, qiyas dan bukti-bukti kontekstual (al-Qara’in al-ahwal) (Hallaq, 2000: 244). Dia juga tidak boleh melewatkan sejarah kelahiran teks yang terekam dalam asbab al-nuzul dan asbab al-wurud, baik secara mikro maupun makro. Dalam pandangan ini, al-Qur’an dianggap sebagai satu kesatuan. Tidak ada ayat dan bagian pun yang dapat dipahami dengan semestinya tanpa memperhatikan bagian yang lain, termasuk perhatian terhadap peristiwa-peristiwa yang umum maupun kusus di mana al-Qur’an diturunkan (al-Syathibi, t.t: 347).

Selain itu, maksud syari’at atau maslahah umat harus dibuat atas dasar prinsip-prinsip universal yang oleh al-Syathibi dikatakan al-Kulliyat. Prinsip-prinsip umum (al-Kulliyat) inilah yang membentuk dasar-dasar syari’at. Prinsip-prinsip umum ini terbentuk dari prinsip-prinsip khusus (al-Juz’iyah). Al-juz’iyah merupakan bagian darial-kulliyah, karena ketika al-juz’aiyah beridiri sendiri ia tidak berarti apa-apa. Begitu juga al-kulliyah tidak akan berarti apa-apa tanpa al-juz’iyah. Dalam proses pembuktian induktif ini, seluruh unsur al-juz’iyah bergabung dalam satu bentuk al-kulliyah, dan ketika ada al-juz’iyah tidak ikut dalam kesatuan tersebut, maka dia dikeluarkan dan menjadi hukum pengecualian. Untuk kepentingan ini dan dikatikan dengan dalil-dalil, maka al-Syathibi membahas naskh, am, khas, mutasyabih, amr, nahyi dan lainnya (al-Syathibi, t.t : 3/8–10).

Satu point penting lainnya bahwa satu sisi, kemaslahatan itu bersifat relatif dan tidak absolut, tapi pada sisi lainnya kemaslahatan diartikan sebaliknya. Untuk menjawabnya dapat dikatakan bahwa maslahah memang untuk kepentingan manusia, tetapi dengan cara yang diatur oleh Tuhan, bukan berdasarkan kesewenang-wenangan manusia. Itulah sebabnya kewajiban menjalankan hukum yang sebenarnya untuk kemaslahatan manusia dianggap cukup berat, meskipun dengan cara-cara yang adil dan beralasan. Beratnya menjalankan hukum juga karena kemaslahan yang terbentuk tidak untuk mengakomodasi kehendak pribadi dan kesenangan hawa nafsu, karena pertimbangan dua kepentingan tersebut tidak akan menyebabkan timbulnya maslahah, sebaliknya mudlarat. Dalam hal ini, maslahah ditujukan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat, maka dia harus ditentukan oleh Tuhan, bukan oleh hukum ‘sekuler’ atau kebutuhan hidup manusia yang pragmatis (Hallaq, 2000: 269-270)

Demikian sekilas tentang maqashid al-syari’ah. Diharapkan gambaran umum teorimaqashid al-syari’ah dapat dijadikan pendekatan dalam menganalisis pidana sariqahyang telah disyari’atkan Islam. Secara umum pendekatan ini menuntut untuk melakukan analisis pada seluruh sumber hukum, dalil-dalil dan bukti sejarah lahirnya hukum secara mikro dan makro dan kondisi obyektif masyarakat yang akan menjadi sasaran penerapan hukum. Menggunakan dan memanfaatkan seluruh dalil dan bukti ada, oleh al-Syatibi dinamakan metode istiqra’i (pembuktian induktif.  Di sinilah letak pentinganya pembahasan Hak-hak Asasi Manusia dan kondisi obyektif masyarakat Indonesia.

Selain itu, teori maqashid diharapkan bisa menjadi jembatan bagi pidana Syari’ah dengan masyarakat modern, sebagai mana yang telah digambarkan di muka, namun juga menjadikan konsep pidana sariqah lebih hidup dan fleksibel.Description: TEORI MAQASHID AL-SYARI’AH Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: TEORI MAQASHID AL-SYARI’AH


Shares News - 05.40
Read More Add your Comment 2 komentar


FIQIH IBADAH




 

Kompetensi Mahasiswa


Setelah pembahasan ini mahasiswa mampu:

  1. Menjelaskan cara shalat yang benar dengan melakukan yang wajib dan sunnah dalam shalat

  2. Menguraikan pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai kewajiban puasa


Ibadah adalah pengabdian diri seorang hamba kepada Tuhannya. Beibadah merupakan kewajiban seorang hamba dan sekaligus hak Tuhan. Karena itu, secara umum, seluruh aspek kehidupan seorang muslim adalah ibadah dan segala aktifitas tersebut harus diusahakan senantiasa bernilai ibadah.

Yang dimaksud dengan ibadah dalam bab ini adalah ibadah dalam arti khusus, yaituibadah mahdlah, sebuah bentuk peyembahan tertentu kepada Allah yang telah ditetapkan aturannya oleh Allah. Dalam hal ini ada tiga praktek ibadah yang ada dalam lingkup ibadah mahdlah; shalat, puasa dan haji.

Dalam buku ini, haji tidak disinggung secara detail karena lebih strategis apabila persoalan haji disampaikan pada waktu seseorang hendak menunaikan haji, namun demikian, persoalan umum mengenai haji dan masalah kontemporer yang sering mengundang kontroversi akan sedikit dibahas dalam diskusi.

A.    SHALAT



  1. 1. Hal-hal yang Wajib Dilakukan dalam Shalat


a.  Niat

Niat termasuk hal yang harus ada dalam ibadah shalat berdasarkan firman Allah SWT:

“Dan mereka tidak diperintahkan melainkan untuk mengabdikan diri (beribadah) kepada Allah dengan (niat) ikhlas kepada-Nya semata”. (QS. Al-Baqarah: 5)

Dan berdasarkan sabda Rasulullah SAW.:

“Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niat, dan setiap manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkannya. Karena itu, barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul, maka hijrahnya diterima karena Allah dan Rasul. Dan barang siapa yang berhijrah karena ingin mendapatkan (kenikmatan) dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya”. (HR. al-Bukhari)

Hukum melafadzkan niat, dalam bukunya Ighatsatu al-Lafwan, Ibnu al-Qayyim menyatakan: Niat berarti menyengaja dan bermaksud dengan sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu. Dan untuk kepentingan itu tempatnya ada di dalam hati, tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan lisan. Karena itulah tidak pernah ada riwayat dari Nabi dan para sahabat mengenai melafadzkan niat.

b.   Takbirat al-Ihram.

Takbirat al-Ihram adalah rukun dan fardlu shalat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Ali, bahwa Nabi bersabda:

“Kunci shalat adalah bersuci, pembukaannya adalah takbir dan penutupnya adalah salam”. (HR. Syafi’i, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Turmudzi dan dia mengatakan: Hadits ini merupakan hadits yang paling sah dan paling baik mengenai masalah ini”. Kesahihan hadits ini juga dinyatakan al-Hakim dan Ibnu as-Sikkin).

c.   Berdiri pada Shalat Fardlu

Hukum berdiri pada shalat fardlu bagi orang yang mampu adalah wajib , berdasarkan al-Qur’an, Hadits dan ijma’.

Firman Allah SWT:

“Peliharalah shalat-sahalat (yang wajib) terutama shalat al-Wustha dan berdirilah di hadapan Allah dengan khusyu’ dan merendahkan diri”. (QS. Al-Baqarah: 238).

Dan dari ‘Imran bin Hushain, katanya:

“Saya terserang penyakit bawasir. Lalu saya bertanya kepada Rasul tentang cara shalat. Maka beliau menjawab: Shalatlah dengan berdiri. Kalau tidak mampu shalatlah dengan duduk. Dan jika tidak mampu juga, shalatlah dengan berbaring”. (HR. al-Bukhari)

d.   Membaca Surat al-Fatihah

Ada beberapa hadits yang sahih dan kuat yang menyatakan wajibnya membaca surat al-fatihah pada setiap rekaat, baik pada shalat fardlu maupun shalat sunnah. Karena hadits tersebut sahih dan kuat, maka tidak ada alasan lagi bagi seorang muslim untuk mengingkarinya dan berselisih paham tentangnya.

Dari Ubaidah bin Shamit, dia menyatakan bahwa Nabi SAW. bersabda:

“Tidak (sah) shalat seseorang yang tidak membaca Fatihah al-Kitab (al-fatihah)”. (HR. al-Jama’ah).

Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi SAW. telah bersabda:

“Barang siapa yang mengerjakan suatu shalat dan dia tidak membaca Ummual-Qur’an—dan dalam riwayat lain dikatakan Fatihah al-Kitab—(al-Fatihah), maka shalatnya kurang, yaitu tidak sempurna”. (HR. Ahmad, al-Bukhari dan Muslim)

e.   Rukuk

Kewajiban rukuk dalam shalat telah diakui ulama secara ijma’. Berdasarkan firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu …”. (QS. Al-Hajj: 77)

Pelaksanaan Rukuk

Seorang dianggap telah melaksanakan rukuk apabila dia telah membungkukkan tubuhnya dan kedua tangannya memegang lututnya. Dalam melaksanakannya, dia harus thuma’ninah, artinya berhenti dengan tenang, sebagimana diterangkan dalam hadits al-Musi’ fi Shalatihi, yang di dakamnya menyatakan: Kemudian hendaklah dia rukuk dengan thuma’ninah.

f.    Bangkit dari Rukuk dan Berdiri Lurus (I’tidal) dengan Thumakninah

Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Humaid yang menyatakan sifat shalat Nabi, katanya:

“Apabila beliau mengangkat kepalanya, maka beliau berdiri lurus hingga setiap ruas punggung itu kembali ke tempat asalnya semula”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Tentang shalat Nabi ini, ‘Aisyah juga bercerita:

“Apabila beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, maka dia tidak langsung sujud sebelum berdiri lurus terlebih dahulu”. (HR. Muslim)

g.   Sujud

Kewajiban sujud ini berdasarkan kepada ayat al-Qur’an sebagaimana yang telah disinggung di muka, dan juga telah diberi penjelasan oleh Nabi SAW. dalam hadits al-Musi’ fi Shalatihi, dinyatakan:

“Kemudian sujudlah dengan thumakninah, lalu bangkit dan duduklah denganthumakninah, lalu sujudlah lagi dengan thumakninah”.

h.   Duduk Terakhir Sambil Membaca Bacaan at-Tasyahud

Ada penjelasan yang telah diakui dan dikenal dari tuntunan Nabi SAW., yaitu bahwa Nabi melakukan duduk akhir sambil membaca at-Tasyahud. Beliau pernah berpesan kepada orang yang jelek shalatnya, sabdanya:

“Apabila engkau telah bangkit dari sujud terakhir, lalu engkau duduk sambil membacaat-Tasyahhud, maka engkau telah selesai shalat”. Ibnu Qadamah berkata: Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa dia berkata: Sebelum at-Tasyahhud diwajibkan, biasanya kami membaca: as-Salamu ‘Alallahi Qabla ‘Ibadihi, as-Salamu ‘Ala Jibrila, as-Salamu ‘Ala Mikaila (Semoga keselamatan tercurah kepada Allah sebelum hamba-hamba-Nya, semoga keselamatan diberikan kepada Jibral dan semoga keselamatan juga diberikan kepada Mikail). Kemudian Nabi bersabda: Jangan katakan as-Salamu ‘Alallahi (semoga keselamatan tercurah kepada Allah), tapi ucapkanlah: at-Tahiyyatu Lillah (segala persembahan adalah bagi Allah)”.

i.    Memberi Salam

Telah tegas disebutkan bahwa salam wajib dilakukan di dalam shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasul dan perbuatannya. Di antaranya adalah hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi bersabda:

“Kunci shalat adalah bersuci, pembukaannya adalah takbir dan penutupnya adalah salam”. (HR. Ahmad, asy-Syafi’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Turmudzi, dan dia menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang paling sahih dan paling baik mengenai masalah ini)

Ada juga hadits dari ‘Amir bin Sa’ad, dari bapaknya, dia menyatakan:

“Saya melihat Nabi SAW. memberi salam ke sebelah kanan dan ke sevelah kirinya, hingga kelihatan putih pipinya”. (HR. Ahmad, Muslim, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)

  1. 2. Hal-hal yang Sunnah Dilakukan dalam Shalat


a.   Mengangkat Kedua Tangan

Mengangkat kedua tangan disunnahkan pada empat keadaan:

Pertama, Ketika melakukan Takbiratu al-Ihram.

Ibnu al-Mundzir berkata: Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama, bahwa Nabi selalu mengangkat kedua tangannya ketika memulai shalat. Ditambahkan juga oleh al-Hafidh Ibnu Hajar, bahwa hadits mengenai mengangkat dua tangan pada permulaan shalat ini diriwayatkan oleh lebih dari 50 sahabat, termasuk di antaranya sepuluh orang yang telah dijamin masuk surga.

Kedua dan Ketiga, Ketika Hendak Rukuk dan Bangkit Darinya


Mengangkat tangan ketika turun untuk rukuk dan ketika bangkit darinya juga disunnahkan. Ada dua puluh dua sahabat meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. melakukan demikian. Hadits tersebut diterima dari ‘Umar, katanya:

“Apabila Nabi SAW. berdiri hendak melakukan shalat, maka beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya sambil membaca takbir. Kemudian apabila beliau hendak rukuk, beliau mengangkat tangannya juga seperti sebelumnya, dan apabila beliau mengangkat kepala hendak bangkit dari rukuk, beliau juga melakukan demikian sambil mengucapkan: Sami’allahu Liman Hamidahu, Rabbana wa Laka al-Hamdu (Allah maha Mendengar pujian orang yang memuji-Nya, Wahai Tuhan Kami, dan hanya untukMu semata segala pujian)”. (HR. al-Bukhari, Muslim dan al-Baihaqi)

Keempat, Ketika Bangkit Hendak Berdiri Pada Rekaat Ketiga


Seorang yang bangkit dari duduk dan hendak melakukan rekaat ketiga juga disunnahkan mengangkat kedua tangannya. Ini berdasarkan riwayat dari nafi’ yang menceritakan cara shalat Ibnu ‘Umar, katanya:

“Bahwasanya Ibnu ‘Umar, ketika bangkit dari rekaat kedua, dia mengangkat kedua tangannya. Dan Ibnu ‘Umar menyatakan bahwa cara ini bersumber dari Nabi SAW.”. (HR. al-Bukhari, Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Cara Mengangkat Tangan

Terdapat banyak riwayat mengenai cara mengangkat dua tangan tersebut. Cara yang paling utama dan dipakai oleh jumhur ulama adalah cara mengangkat sejajar dengan dua bahu, sehingga ujung-ujung jari sejajar dengan puncak kedua telinga, kedua ibu jari sejajar dengan ujung bawah telinga dan kedua telapak tangan sejajar dengan kedua bahu.

An-Nawawi berkata: as-Syafi’i memilih cara ini sebagai hasil dari penyatuan beberapa hadits, dan akhirnya banyak diikuti oleh umat Islam. Ketika itu, juga disunnahkan mengembangkan jemari, berdasarkan riwayat Abu Hurairah:

“Bahwasanya Nabi SAW. apabila hendak melakukan shalat, beliau mengangkat tangannya sambil mengembang (jemarinya)”. (HR. al-Khamsah kecuali Ibnu Majah)

Waktu Mengangkat Tangan

Mengangkat tangan itu disunnahkan dilakukan bersamaan dengan waktu mengucapkanTakbiratu al-Ihram atau mendahuluinya, berdasarkan hadits dari Nafi’, katanya:

“Bahwasanya Ibnu ‘Umar, apabila memulai shalat, dia membaca takbir seraya mengangkat kedua tangannya. Perbuatan tersebut dinyatakan berasal dari Nabi SAW.”. (HR. al-Bukhari, an-Nasa’i dan Abu Dawud)

Mengenai dibolehkannya mengangkat tangan lebih dulu dari pada Takbiratu al-Ihram, bersumber dari riwayat Ibnu ‘Umar, dia menyatakan:

“Apabila Nabi SAW. berdiri hendak melakukan shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, lalu membaca takbir”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Persamaan Cara Bertakbir Bagi laki-laki dan Perempuan


Asy-Syaukani mengatakan bahwa cara bertakbir sebagaimana dijelaskan di muka berlaku sama bagi laki-laki dan perempuan, dan tidak ada satupun keterangan yang membedakan cara mengangkat tangan berdasarkan jenis kelamin. Begitu juga tidak ada penjelasan yang membedakan ukuran mengangkat tangan bagi laki-laki dan perempuan.

b.   Menaruh Tangan Kanan di atas Tangan Kiri

Seseorang yang sedang shalat disunnahkan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Mengenai hal ini telah diterima dua puluh hadits dari Nabi SAW., delapan belas riwayat dari sahabat dan dua riwayat dari tabi’in. Di antaranya adalah riwayat dari Sahl bin Sa’ad, katanya:

“Orang-orang disuruh agar seseorang yang sedang shalat itu meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya”. (HR. al-Bukhari, Ahmad dan Malik dalam kitabnya al-Muwaththa’)

Tempat Meletakkan Kedua Tangan


Kamal bin Hammam berkata: Tidak ada satupun hadits sahih yang memerintahkan meletakkan tangan di bawah dada atau di atas pusar. Hanya perbuatan yang biasa di kalangan madzhab Hanafi adalah meletakkan tangan di bawah pusar, dan diletakkan dibawah dada bagi madzhab Syafi’i. Sedangkan madzhab Ahmad mengakui dua pendapat dimuka sebagaimana yang diutarakan dua madzhsab sebelumnya. Yang benar adalah boleh keduanya.

Menurut at-Turmudzi, para ahli dari kalangan sahabat dan tabi’in berbeda pendapat tentang cara menaruh kedua tangan. Sebagian mereka berpendapat agar meletakkannya di atas pusar sedang yang lain berpendapat di sebelah bawahnya. Keduanya ada yang melakukannya, Wallahu ‘A’lam.

c.    Membaca Doa Iftitah

Seorang yang sedang shalat disunnahkan membaca salah satu doa iftitah yang pernah dibaca oleh Nabi SAW. Doa ini dibaca untuk pembukaan shalat yang dibaca setelah melakukan Takbiratu al-Ihram dan sebelum membaca al-Fatihah.

d.    Membaca Ta’awudz

Seseorang yang sedang shalat, disunnahkan kepadanya membaca ta’awudzA’udzu Billahi Min As-Syaithoni ar-Rajim—sebelum membaca al-Fatihah. Berdasarkan firman Allah SWT.:

“Apabila kamu membaca al-Qur’an, maka berlindunglah (berta’awudzlah) kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk”. (QS. An-Naml: 98)

Cara Membaca Ta’awudz


Membaca ta’awudz disunnahkan secara lunak (sirri). Dalam hal ini, penulis al-Mughni mengatakan bahwa Isti’adah seharusnya dibaca secara sirri bukan jahri. Dan persoalan ini, dalam sepengetahuanku, tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama.

Sebaliknya, Al-Syafi’i berpendapat boleh memilih antara membaca ta’awudz secarasirri atau jahri pada shalat-shalat yang jahri. Memang ada riwayat dari Abu Hurairah yang membolehkan membacanya secara jahri, tetapi dari sumber yang lemah.

Waktu Membaca Ta’awudz


Isti’adzah itu tidak disyariatkan kecuali pada rekaat pertama dalam shalat. Ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, katanya:

“Apabila Nabi SAW. bangkit dari rekaat pertama, ia memulai bacaannya dengan Al-Hamdu Lillahi Rabbi al-‘Alamin, dan tidak berdiam diri”. (HR. Muslim)

Ibnu al-Qayyim berkata: Para ulama memang berbeda pendapat, apakah waktu ini (rekaat kedua sebelum al-fatihah) merupakan tempat isti’adah atau tidak. Ini dipertanyakan karena ulama sepakat bahwa di situ bukan tempat membaca iftitah.

e.    Melafadzkan Amiin

Setelah membaca al-Fatihah, seseorang disunnahkan membaca amiin, secara jahripada shalat yang jahri dan secara sirri bagi shalat yang sirri, baik dia sebagai imam, makmum atau shalat seorang diri, Hal ini berdasarkan hadits dari Na;im al-Mujmir, katanya:

“saya shalat di belakang Abu Hurairah, lalu dia membaca: Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahimi, kemudian membaca al-Fatihah hingga selesai wa La adl-Dlallin, maka dia mengatakan amiin, dan para jamaah pun membaca amiin pula. Setelah memberi salam, Abu Hurairah berkata: Demi Tuhan yang nyawaku dalam genggaman-Nya, shalatku adalah yang paling mirip dengan shalat Rasulullah SAW.”. (HR. al-Bukhari secaramu’allaq dan diriwayatkan oleh an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Ibnu Sitaj)

Cara Membaca Amiin


Makmum disunnahkan mengucapkan amiin bersama-sama dengan imam, tidak mendahului sama sekali dan tidak mengakhirinya. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

“Apabila imam membaca Ghairi al-Maghdlubi ‘Alaihim wa La adl-Dlallin, maka ucpkanlah amiin. Karena barang siapa yang ucapannya bersamaan dengan amiin yang diucapkan para malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni”. (HR. al-Bukhari)

Arti Amiin


Lafadz Amiin, baik dengan memendekkan alif, atau memanjangkannya sekaligus meringankan huruf mim, itu tidak termasuk al-Fatihah. Bacaan ini hanya meruapakan doa yang berarti “Ya Allah perkenankanlah”.

f.    Membaca Ayat al-Qur’an Setelah al-Fatihah

Setelah membaca al-Fatihah, seseorang yang sedang shalat disunnahkan membaca ayat-ayat al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut dibaca pada kedua rekaat shalat Subuh dan shalat Jum’at, juga dua rekaat pertama dari shalat Dhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan shalat Isya’ serta semua rekaat shalat sunnah. Ini berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh al-Qatadah, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW., pada dua rekaat pertama shalat Dhuhur, beliau membaca al-Fatihah dan dua buah surat. Sedangklan pada dua rekaat terakhir, beliau membaca al-Fatihah dan kadang-kadang membaca ayat. Beliau biasa membaca ayat pada rekaat pertama lebih panjang dari pada rekaat kedua. Demikian jug ketika shalat ‘Ashar dan shalat Subuh”. (HR. al-Bukhari , Muslim dan Abu Dawud. Yang terakhir ini menambahkan: “hingga dengan itu, menurut dugaan kami beliau ingin agar orang-orang bisa mendapatkan reka’at pertama”)

g.     Membaca Takbir Ketika Pindah Kegiatan dalam Shalat

Pada setiap pindah kegiatan dalam shalat disunnahkan membaca takbir, baik setiap kali bangkit atau turun dan berdiri atau duduk, kecuali ketika bangkit dari rukuk, waktu itu membaca “Sami’allahu Liman Hamidahu” (Allah Maha mendengar terhadap pujian orang yang memuji-Nya). Berdasarkan riwayat dari Ibnu Mas’ud, katanya:

“Saya melihat Rasulullah SAW. mengucapkan takbir setiap kali turun dan bangkit, berdiri dan duduk”. (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan at-Turmudzi, dia menyatakan hdits ini sahih)

At-Turmudzi menambahkan bahwa takbir tersebut merupakan amalan para sahabat Nabi SAW. di antaranya adalah Abu Bakar, ‘Umar, Utsman  dan ‘Ali serta lain-lainnya. Begitu juga para tabi’in dan para ulama.

h.    Menyempurnakan Tata Cara Rukuk

Cara rukuk yang benar adalah membungkukkan badan sehingga tangan dapat memegang lutut. Ketika itu disunnahkan agar kepala dan pinggul rata, kedua tangan bertumpu pada kedua lutut dengan merenggangkannya dari pinggang. Lalu jari-jari dikembangkan di atas lutut dan punggung didatarkan.

Diterima dari ‘Uqbah bin ‘Amir:

“Bahwasanya Nabi SAW. rukuk. Lalu beliau merenggangkan kedua tangannya dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya. Beliau juga mengembangkan jari jemarinya hingga ke belakang lututnya”. Kemuidan ‘Uqbah berkata: “Begitulah saya melihat Rasulullah SAW. mengerjakan shalat”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’i)

i.    Membaca Bacaan Ketika Rukuk

Pada waktu rukuk, seorang disunnahkan membaca “Subhana Rabbiya al-‘Adhimi” (Mahasuci Tuhanku yang Mahabesar). Berdasarkan hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir, katanya:

“Ketika turun ayat “Fasabbih Bismi Rabbika al-‘Adhimi” (Maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang Mahabesar), Nabi SAW. mengatakan: Jadikanlah itu sebagai do’a rukukmu”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya dengan sanad cukup baik)

j.     Membaca Bacaan Bangkit dari Rukuk dan Ketika I’tidal

Ketika bangkit dari rukuk, seorang yang sedang shalat disunnahkan membacaSami’allahu Liman Hamidahu (Allah Mahamendengar terhadap orang yang memuji-Nya), baik dia sebagai imam maupun makmum. Lalu apabila dia telah berdiri lurus (I’tidal), maka dia disunnahkan membaca Rabbana wa Laka al-Hamdu (Wahai Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian) atau Allahuma Rabbana wa Laka al-Hamdu (Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian). Berdasarkan hadits Abu Hurairah, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. mengucapkan Sami’allahu Liman Hamidahu (Allah Mahamendengar terhadap orang yang memuji-Nya) ketika mengangkat punggungnya dari rukuk. Kemudian ketika berdiri, beliau membaca Rabbana wa Laka al-Hamdu(Wahai Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian)”. (HR. Muslim, Ahmad dan al-Bukhari)

Sedangkan al-Bukhari meriwayatkan dari Anas, berbunyi:

“Dan apibila imam membaca Sami’allahu Liman Hamidahu (Allah Mahamendengar terhadap orang yang memuji-Nya), maka katakanlah: Allahuma Rabbana wa Laka al-Hamdu (Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian)”.

  1. k. Melaksanakan Tata Cara Turun ke Bawah ketika Hendak Bersujud


dan Ketika Bangkit

Jumhur ulama berpendapat bahwa meletakkan kedua lutut ke lantai sebelum kedua tangan adalah sunnat. Hal ini diceritakan oleh Ibnu al-Mundzir dari ‘Umar, an-Nakhai, Muslim bin Yasar, Sufayan ats-Tsauri, Ahmad, Ishak dan para kaum rasionalis. Begitu juga pendapatku, katanya. Pendapat tersebut juga diceritakan oleh Abu ath-Thayyib dari mayoritas ahli hukum (fuqaha).

Dalam hal ini Ibnu al-Qayyim berkata: “Nabi SAW. meneruh kedua lututnya ke lantai terlebih dahulu, kemudian kedua tangannya, keningnya dan selanjutnya hidung”. Ini merupakan keterangan yang sah yang diriwayatkan oleh Syarik dari ‘Ashim bin Kulaib, dari bapaknya (Wail bin Hijr), katanya:

“Saya melihat Rasulullah SAW. ketika sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya. Dan tidak ada satupun riwayat yang bertentangan dengan perbuatan Nabi ini”.

l.     Menyempurnakan Tata Cara Sujud

Seseorang yang melakukan sujud disunnahkan memperhatikan hal-hal berikut ini:

a)       Menempelkan hidung, kening dan kedua tangan ke lantai dengan merenggangkannya dari pinggang. Berdasarkan hadits dari Wail bin Hijr, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. ketika sujud, beliau meletakkan keningnya di antara kedua telapak tangannya dengan merenggangkannya dari ketiaknya”. (HR. Abu Dawud)

Dan dari Abu Humeid, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. menempelkan hidung dan keningnya ke lantai ketika sujud, merenggangkan kedua tangannya dari pinggang dan menaruh kedua telapak tangannya sejajar dengan kedua bahunya”. (HR. Ibnu Khuzaimah dan at-Turmudzi, dan dia menyatakan hadits ini Hasan Sahih)

b)      Meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan kedua telinga atau kedua bahu. Kedua petunjuk tersebut sama-sama mempunyai dasar. Tetapi sebagian ulama menyatukan maksud dari petunjuk tersebut dengan menjadikan ujung kedua telunjuk sejajar dengan kedua telinga, sedangkan kedua telapak tangannya sejajar dengan kedua bahu.

c)       Merapatkan jemari. Berdasarkan riwayat al-Hakim dari Ibnu Hibban.

d)      Menghadapkan ujung jemari ke arah kiblat. Berdasarkan riwayat al-Bukhari dari Abu Humeid, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. ketika melakukan sujud, beliau meletakkan kedua tangannya tanpa merenggangkan jemarinya dan tidak menggenggamnya dan menghadapkan ujung jari kedua kakinya ke kiblat”.

m.   Membaca Bacaan-bacaan Sujud

Seseorang sedang sujud disunnahkan membaca bacaan sujud seperti Subha Rabbiya al-A’la (Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi). Berdasarkan hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir, katanya:

“Ketika turun ayat Sabbihisma Rabbika al-A’la, Nabi SAW. bersbda: Jadikanlah bacaan itu sebagai bacaan sujudmu”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan al-Hakim. Sedangkan sanadnya cukup baik)

Dan riwayat dari Hudzaifah, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW, dalam sujudnya mengucapkan Subhana Rabbiya al-A’la(Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi)”. (HR. Ahmad, Muslim dan pemilik kitab as-Sunan. Menurut at-Turmudzi hadits ini Hasan Sahih)

Sebaiknya bacaan tasbih pada rukuk dan sujud ini tidak kurang dari tiga kali tasbih. At-Turmudzi berkata: “Ini merupakan perbuatan para ulama. Mereka menganggap sunnah hukumnya, pada waktu rukuk dan sujud, membaca tasbih tidak kurang dari tiga kali”. Sementara batas minimal membaca tasbih, menurut jumhur ulama adalah satu kali tasbih.

n.    Melakukan Tata Cara Duduk di antara Dua Sujud

Menurut sunnah, duduk di antara du asujud itu disebut duduk iftirasyi. Caranya adalah kaki kiri dilipat dan dikembangkan, lalu duduk di atasnya, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan dan ujung jari-jarinya dihadapkan ke arah kiblat. Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan telapak kanannya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dan hadits dari Ibnu ‘Umar, katanya:

“Di antara sunnah shalat adalah menegakkan telapak kaki kanan dengan menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat, sambil duduk di atas kaki kiri”. (HR. an-Nasa’i)

o.    Melaksanakan Duduk Istirahat

Duduk istirahat adalah duduk sebentar yang dilakukan oleh orang yang sedang shalat. Duduk ini dilakukan setelah orang yang shalat itu selesai dari sujud kedua para rekaat pertama menjelang bangkit untuk melakukan rekaat kedua. Juga setelah sujud kedua pada rekaat ketiga menjelang bangkit menuju rekaat keempat.

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya duduk istirahat ini, karena keragaman hadits-hadits yang telah diterima. Berikut ini kita kemukakan kesimpulan yang diutarakan oleh Ibnu al-Qayyim, katanya: “Para ahli fikih berbeda pendapat tentang masalah ini, apakah dia termasuk sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan ataukah dia bukan sunnah, sehingga yang mengerjankannya hanyalah orang-orang yang memerlukannya saja”.

p.    Menyempurnakan Tata Cara Duduk at-Tasyahhud

Pada waktu duduk at-Tasyahhud, seseorang yang shalat hendaknya menjaga sunnah-sunnahnya. Sunnah-sunnah tersebut adalah:

1).   Meletakkan kedua tangan pada tempat yang dibenarkan. Salah

satunya adalah:

“Bahwasannya Nabi SAW., apabila duduk at-Tasyahhud, beliau meletakkan tangan krirnya di atas lututnya yang kiri dan meletakkan tangan kanannya di atas lututnya yang kanan dan beliau membuat ikatan nomer 53 serta menunjuk dengan jari telunjuknya”. Dan dalam riwayat lain dikatakan: “Dan beliau menggenggam semua jarinya dan menuju dengan anak jari yang ada di samping ibu jari”. (HR. Muslim).

2).  Memberi isyarat dengan telunjuk kanan dengan membungkukkannya

sedikit sampai ketika salam

Hadits dari Numeir al-Khuza’i, katanya:

“Saya melihat Rasulullah SAW., ketika sedang duduk dalam shalat, beliau meletakkan lengannya yang kanan di atas pahanya yang kanan sambil mengangkat jari telunjuknya, dengan membungkukkannya sedikit ketika berdoa”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang cukup baik)

3).   Duduk Iftirasy pada at-Tasyahhud Awal dan Duduk Tawarruk pada

at-Tasyahhud Akhir.

Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Humeid, dia menyatakannya ketika menggambarkan cara shalat Rasulullah SAW., katanya:

“Ketika beliau duduk pada rekaat kedua, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Kemudian ketika beliau duduk pada rekaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya serta duduk di atas lantai”. (HR. al-Bukhari)

q.    Melakukan duduk at-Tasyahhud Pertama

Jumhur ulama berpendapat bahwa duduk at-Tasyahhud pertama itu hukumnya sunnah. Ini berdasarkan hadits dari ‘Abdullah bin Buhairah, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. pernah berdiri pada waktu shalat Dhuhur, padahal seharusnya beliau duduk. Ketika shalat sudah sempurna, sebelum salam, beliau sujud dua kali sambil duduk, dengan membaca takbir tiap kali sujud dan makmum pun ikut sujud bersamanya. Jadi, sujud tersebut merupakan pengganti duduk yang telah terlupakan”. (HR. al-Jama’ah)

Hukum Memendekkan Bacaan at-Tasyahhud Pertama

Hukum memendekkan bacaan at-Tasyahhud pertama adalah sunnah. Hal ini berdasarkan hadits yang diterima dari Ibnu Mas’ud, katanya:

“Apabila Nabi SAW. duduk setelah dua rekaat pertama, maka seolah-olah beliau berada di atas bara api yang panas”. (HR. Ahmad dan Ashabu as-Sunan. Menurut at-Turmudzi hadits ini Hasan, dan ‘Ubaidah tidak pernah mendengar dari bapaknya)

r.    Membaca Shalawat Kepada Nabi

Pada waktu duduk at-Tasayahhud akhir, seseorang disunnahkan membaca salah satu bacaan shalawat kepada Nabi SAW. Di antara doa dan bacaan waktu itu sebagai berikut:

“Basyir bin Sa’ad bertanya: Wahai Rasulullah, Allah telah memerintahkan kami agar mengucapkan shalwat kepada anda. Bagaimana caranya kami mengucapkan shalawat itu? Nabi terdiam, lalu bersabda: Ucapkanlah Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Shallaita ‘Ala Ali Ibrahim, wa Barik ‘Ala Muhammad wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Barakta  ‘Ala Ali Ibrahim, Fi al-‘Alamina Innaka Hamidun Majidun (Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau berikan shalawat itu kepada keluarga Ibrahim. Dan berikanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau berikan berkah itu kepada keluarga Ibrahim. Di seluruh alam, sungguh engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia), kemudian bacalah salam sebagaimana yang kamu ketahui”. (HR. Muslim dan Ahmad).

s. Membaca Doa Setelah Bacaan at-Tasyahhud dan Sebelum Salam

Membaca doa bagi kebaikan dunia dan akhirat yang dilakukan setelah membaca at-Tasyahhud dan sebelum salam hukumnya sunnah. Berdasarkan hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud, katanya:

“Bahwasanya Nabi SAW. mengajar mereka doa at-Tasyahhud, kemudian pada akhir doanya beliau mengatakan: Lalu hendaklah kita memilih macam permohonan yang kita inginkan”. (HR. Muslim)

Pada prinsipnya, membaca doa itu disunnahkan, baik yang memiliki sandaran kepada Nabi SAW. maupun tidak, hanya yang punya dasar tersebut hukumnya lebih utama.

t.    Berdoa dan Berdzikir Setelah Salam

Ada beberapa dzikir dan doa sesudah salam yang berasal dari Nabi SAW. yang disunnahkan dibaca oleh orang yang telah selesai dari shalat. Beberapa di antaranya adalah:

“Apabila Rasulullah SAW. selesai shalat, beliau membaca Astaghfirullah tiga kali, lalu membaca: Allahumma Anta as-Salam wa Minka as-Salam, Tabarakta Ya Dza al-Jalali wa al-Ikram (Ya Allah, Engkau lah kedamaian, dan dari-Mu lah segala kedamaian. Maha Besar Engkau wahai Tuhan yang memiliki kebesaran dan kemuliaan)”. (HR. al-Jama’ah kecuali al-Bukhari. Sedangkan dalam riwayat Muslim ada tambahan: Walid berkata bahwa dia bertanya kepada al-Auza’i: Bagaimana caranya istighfar itu? jawabnya: Beliau mengucapkan Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah), dan

“Pada suatu hari, Nabi SAW. memegang tangannya, lalu berkata: Wahai Mu’adz, sungguh saya suka kepadamu. Mu’adz menjawab: Demi ibu-bapakku yang menjadi jaminan anda, saya juga amat mencintaimu. Lalu Nabi bersabda: Wahai Mu’adz, saya amanatkan kepadamu agar setiap selesai shalat tidak ketinggalan membaca Allahumma A’inni ‘Ala Dzikrika wa Syukrika wa Husni ‘Ibadatika (Ya Allah, berilah aku kemampuan untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan selalu menyempurnakan ibadahku kepada-Mu). (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dia menyatakan hadits tersebut sah karena berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim).

B.     PUASA



  1. Pengertian Puasa


Puasa berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “menahan diri”. Dalam bahasa Arab disebut “shiyam” atau “shaum” yang berarti “menahan diri dari segala sesuatu”. Menurut istilah syari’at Islam, kata puasa, shiyam atau shaum berarti “menahan diri dari makan, minum, dan melakukan hubungan suami isteri mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam”.

Ada beberapa macam puasa ditinjau dari perpektif hukum Islam, yaitu; puasa wajib, sunnah, makruh dan haram.

  1. Syarat Puasa


Allah mewajibkan puasa Ramadhan kepada setiap orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Orang yang beragama Islam yang telah mencapai umur baligh dan berakal. Dengan demikian puasa tidak diwajibkan kepada anak-anak dan orang gila.

  2. Kondisi badan sanggup untuk mengerjakan puasa tersebut.

  3. Tidak sedang haid atau nifas (bagi wanita).



  1. Puasa Wajib


Puasa wajib artinya puasa yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim. Apabila dia tidak melaksanakan puasa tersebut, maka dia berdosa, dan akan mendapatkan hukuman dari Allah SWT. Puasa wajib ini antara lain:

  1. Puasa bulan Ramadhan (QS.al-Baqarah:183)

  2. Puasa Qada’ (mengganti puasa Ramadhan) (QS.al-Baqarah:184)

  3. Puasa Nazar (janji untuk puasa) (HR.Abu Dawud dari Aisyah)

  4. Puasa Kifarat (puasa denda karena suatu pelanggaran) (HR.Jamaah dari Abu Hurairah)



  1. Puasa Sunnah


Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh seorang muslim. Kalau dia tidak melaksanakannya, maka dia tidak berdosa, tetapi kalau dia melakukannya, maka Allah akan memberikan pahala sebagai ganjarannya. Puasa sunnah ini antara lain:

  1. Puasa setiap hari Senin dan Kamis (HR.Ahmad dari Abu Hurairah)

  2. Puasa enam hari di bulan syawal (HR.jamaah kecuali Bukhari dan Nasa’i dari Abi Ayyub)

  3. Puasa tanggal 9 bulan Dzulhijjah (HR.Muslim dari Abu Hurairah)

  4. Puasa setiap tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Qomariyah (HR.Nasa’I dari Abu Zarrim dan lain-lain)

  5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharram (Tasu’ah dan Asyurra), dan lain-lain



  1. Puasa Haram


Puasa haram adalah puasa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim. Apabila dia melakukannya, dia berdosa dan akan mendapat hukuman dari Allah SWT, Puasa haram antara lain:

  1. Puasa pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa, yaitu pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dan hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah (HR. Ahmad dan Imam empat dari Umar dan Abu Hurairah)

  2. Puasa terus-menerus (tidak berbuka pada waktu maghrib) seperti bertapa, ngebleng (puasa tujuh hari berturut-turut), mutih (tidak makan garam), patigeni (tidak memakan makanan yang dimasak api), ngalong (hanya makan buah-buahan), ngeplong (puasa tiga hari berturut-turut), dan lain-lain. (HR.Bukhari Muslim)

  3. Puasa wanita yang sedang haid dan nifas (HR.Jamaah dari Muaz)

  4. Puasa yang dipastikan dapat mengakibatkan bahaya bagi yang melaksanakannya (QS.al-Baqarah:195)

  5. Puasa Sunnah yang dilakukan istri atau suami tanpa izin pasangannya padahal mereka ada di rumah (HR.Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)



  1. Puasa Makruh


Puasa makruh adalah puasa yang lebih baik tidak dilakukan oleh seorang muslim. Puasa makruh ini antara lain:

  1. Puasa hanya pada hari jum’at saja atau sabtu saja (HR.Ahmad dan Nasa’i dari Abdullah)

  2. Puasa orang yang sedang dalam perjalanan atau sakit dengan susah payah (istihsan).



  1. Hikmah Puasa


Menurut penelitian para ulama, ibadah puasa mengandung berbagai macam hikmah antara lain sebagai berikut:

  1. Melatih jiwa dan memelihara watak amanah. Sebab, puasa merupakan amanah Tuhan yang harus dipelihara dan dijaga. Dengan demikian, jiwa akan terlatih untuk memelihara amanah-amanah yang lain;

  2. Menempa jiwa supaya memiliki kekuatan dan daya tahan. Tahan menanggung penderitaan, memperkuat kemauan, meneguhkan pendirian dan cita-cita.

  3. Menghilangkan dan mengendalikan sifat rakus dan tamak kepada makan dan minum. Sifat tersebut termasuk dalam sifat kehewanan (bathiniyyah). Sehingga akan sifat keutamaan dan kemanusiaan.

  4. Mengurangi hawa nafsu keduniaan dan kemewahan hidup, berganti dengan mendekatkan diri (taqorrub) kepada Tuhan dan akhirnya meningkat menjadi orang yang muqorrobin.

  5. Membiasakan diri bersikap sabar dalam mengendalikan hawa nafsu makan, minum, bersetubuh, menahan amarah dan lain-lain.

  6. Meningkatkan perasaan untuk menyadari dan mengenal diri sendiri (instrospeksi) bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah, dan berkehendak kepada bermacam-macam kepentingan (hajat).

  7. Membentengi diri manusia untuk tidak melakukan kejahatan dan kemaksiatan.

  8. Menggerakkan hati orang-orang kaya supaya menyantuni orang-orang miskin, dan menanamkan benih welas asih dan kasih sayang terhadap fakir miskin dan anak-anak yatim dan orang-orang melarat dan sengsara pada umumnya.

  9. Menghidupkan kekuatan pikiran dan kekuatan lainnya yang hanya dapat dicapai dengan mata hati.

  10. Meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh.


8.   Hal-hal yang membatalkan puasa:

Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, antara lain sebagai berikut:

  1. Makan dan minum dengan sengaja sejak terbitnya fajar hingga matahari terbenam.

  2. Muntah dengan sengaja.

  3. Mencampuri isteri di siang hari di bulan Ramadhan.


 

 

9.   Qada` Puasa

Qada` artinya menunaikan kewajiban sesudah lewat waktunya. Yang dimaksud adalah orang-orang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dikarenakan sakit, haid, nifas, dan sebagainya. Dia diharuskan mengganti puasa yang ditinggalkannya tersebut pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Puasa dapat dilakukan berturut-turut maupun terpisah-pisah, meskipun dengan mengakhirkan qada’ sampai dengan Ramadhan berikutnya.

10.  Fidyah

Fidyah artinya “penebus kesalahan”. Yaitu suatu kewajiban memberi makan orang miskin bagi orang-orang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa bulan Ramadhan. Firman Allah: ”Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar (yaitu) memberi makan seorang miskin”. (QS. Al-Baqarah:184).

Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi, orang-orang yang tidak wajib puasa itu adalah orang tua yang tidak kuat berpuasa, wanita yang sedang mengandung, atau sedang menyusui anaknya. Juga termasuk dalam kelompok ini, orang bekerja keras untuk penghidupannya (misalnya penarik becak) orang yang jika berpuasa akan sakit dan orang yang tidak ada harapan untuk sembuh. Oleh karena itu keluarganya wajib membayar fidyah tiap hari sebanyak hari-hari puasa Ramadhan yang mereka tinggalkan.

11.  Kifarah Puasa

Kifarat berasal dari kata kaffarah, artinya “penutup satu kesalahan atau dosa”. Adapun yang dimaksud dengan “kifarah puasa” ialah “suatu denda yang dikenakan kepada suami isteri yang telah membatalkan puasanya dengan bercampur di siang hari pada bulan Ramadhan”. Jika suami isteri itu melakukan pelanggaran sebanyak satu kali, maka kifaratnya memilih alternatif sebagai berikut:

  1. Memerdekakan seorang hamba sahaya (budak). Jika mereka tidak mampu memerdekakan budak, mereka boleh memilih,

  2. Melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut (harinya tidak terpisah-pisah). Kalau mereka tidak kuat melaksanakannya, boleh memilih,

  3. Bersedekah dengan makanan yang mengenyangi enam puluh fakir miskin, tiap orang ¾ liter (HR.Bukhari dan Muslim).


12.  Malam Lailatul Qadar

Satu hari dari sejumlah hari terakhir bulan Ramadhan disebut malam Lailatul Qadar, yaitu malam kemuliaan atau malam penuh berkah yang terjadi pada bulan Ramadhan dan mempunyai keistimewaan sebagai berikut:

  1. Malam diturunkannya al-Qur’an (pada zaman nabi);

  2. Nilai malam itu lebih tinggi dari seribu malam;

  3. Atas izin Allah, pada malam itu malaikat bertebaran di pelosok bumi;

  4. Malam itu penuh dengan keselamatan dan kesejahteraan.




C.  HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

Para ulama menyatakan bahwa yang termasuk ibadah mahdlah adalah shalat puasa dan haji. Sementara zakat, mereka sebut sebagai ibadah maliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan harta dan sosial masyarakat). Disebut ibadah mahdlah berarti di dalamnya lebih banyak hal-hal yang bersifat ta’abbudi (meta rasional) daripadata’aqquli (rasional), Karena sifat ibadah mahdlah yang meta rasional itulah, maka praktik pelaksanaannya seratus persen mengikuti petunjuk Rasul. Umat Islam tidak memiliki pilihan kecuali mengikuti garis yang telah dibuat oleh Allah dan Rasul-Nya.

Perbedaan-perbedaan umat dalam melaksanakan ibadah mahdlah, khususnya shalat, bukanlah perbedaan yang disebabkan oleh perubahan muslim dalam merasionalisasikan bentuk ibadah, namun hanyalah perbedaan “alternatif” dan “interpretatif”. Perbedaan alternatif ini berarti bahwa umat Islam boleh memilih salah satu di antara bacaan-bacaan shalat yang telah diajarkan Rasul. Sedangkan perbedaan interpretatif lebih merujuk kepada perbedaan mereka dalam memahami teks-teks hadits yang sampai kepada mereka. Secara garis besar, sebenarnya mereka semua memiliki dasar dan argumentasi dalam melakukan ibadah.

Meskipun demikian, tetap sangat menarik membahas perbedaan yang terjadi di antara mereka, minimal untuk mengetahui argumentasi yang mereka ajukan. Di antara perbedaan umat dalam beribadah yang bisa didiskusikan adalah:

  1. Tata cara berwudlu


Persoalan ini penting dibahas, bukan untuk mengklaim kebenaran di satu pihak dan menyalahkan pihak lain, namun dibahas untuk mengetahui alasan masing-masing argumentasi ulama terhadap tata cara wudlu. Selanjutnya mahasiswa mengetahui dengan pasti pendapat yang sesuai dan benar menurut perspektif mereka.

  1. Melafadzkan Niat dalam Ibadah, Khususnya Shalat


Jumhur ulama sepakat bahwa setiap bentuk ibadah, terutama shalat, harus dimulai dengan niat ikhlas karena Allah semata. Namun mereka berbeda mengenai kebolehan melafadzkan niat di awal shalat. Hal itu karena Nabi dan para sahabatnya tidak pernah melakukannya, Persoalannya adalah dari mana sebenarnya lafadz niat itu? Dan sekuat apakah argumentasi kebolehan lafadz niat shalat itu dibaca?

  1. Membaca Basmalah secara Sirri (tidak terdengar) dalam Shalat


Basmalah wajib dibaca ketika mau membaca al-Fatihah, itulah kesepakatan ulama. Namun mereka berbeda pendapat mengenai cara membacanya; ada ulama yang lebih suka membaca secara sirri (tidak terdengar) dan ada ulama yang suka sebaliknya. Bagaimanakah persoalan yang sebenarnya? Yang sering dilakukan Nabi itu cara pertama, kedua ataukan kedua-duanya?

  1. Membaca al-Fatihah bagi Makmum


Al-Fatihah wajib dibaca oleh orang yang sedang shalat, baik sendiri maupun berjamaah. Namun ketika berjamaah di mana imam membaca surat secara keras (pada shalat maghrib, isya’, subuh dan shalat jum’ah), apakah al-Fatihah cukup dibaca imam, ataukah makmum tetap wajib membacanya? Kalau tetap membacanya, kapan waktunya? Kalau makmum tidak membacanya, apakah shalatnya sudah syah?

  1. Sedekap ketika Berdiri I’tidal

  2. Alternatif Bacaan-bacaan Shalat

  3. Qunut Subuh

  4. Dzikir Bersama Setelah Shalat

  5. Jumlah Rekaat Shalat Tarawih

  6. Puasa Bagi Orang Yang Mengandung, Melahirkan dan Menyusui

  7. Puasa Bagi Pekerja Berat

  8. Perpanjangan Waktu Haji sebagai Alternatif Kekurangan Tempat

  9. Dan lain-lain

Description: FIQIH IBADAH Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: FIQIH IBADAH


Shares News - 05.39
Read More Add your Comment 0 komentar