SISTEM WARIS ISLAM
SISTEM WARIS ISLAM
Kompetensi Mahasiswa
Setelah pembahasan ini mahasiswa mampu:
- Menguraikan pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sistem waris Islam
- Membahas persoalan-persoalan kontemporer mengenai sistem waris Islam dalam diskusi kelas
A. Definisi Waris
Al-Mirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Menurut bahasa berarti “berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain”. Pengertian menurut bahasa ini tidak terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Ayat-ayat al-Qur’an banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah saw. di antaranya Allah berfirman:
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud….” (QS.Al-Naml: 16)
“…. Dan Kami adalah pewarisnya”. (QS. Al-Qashash: 58)
Selain itu, juga kita menemukan dalam hadist Nabi SAW:
“Ulama adalah ahli waris para Nabi”
Sedangkan makna al-Mirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah “berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i”.
B. Pengertian Peninggalan
Peninggalan menurut fuqaha ialah “segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta (uang) atau lainnya”. Jadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagai peninggalan. Termasuk di dalamnya bersangkutan dengan utang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan (misalnya pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya).
C. Bentuk-bentuk Waris
- 1. Hak waris secara fardh (yang telah ditentukan).
- 2. Hak waris secara ‘ashabah (kedekatan kekerabatan dari pihak ayah).
- 3. Hak waris secara tambahan.
- 4. Hak waris secara pertalian rahim.
D. Sebab-sebab Adanya Hak Waris
Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris:
- Kerabat Hakiki:
Yaitu, seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya (yang ada ikatannasab).
- Pernikahan:
Yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar’i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersenggama) antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.
- Al-Wala:
Yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-‘itqi dan wala al-ni’mah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-‘itqi. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.
E. Rukun Waris
Rukun waris ada tiga:
- Pewaris.
Yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
- Ahli Waris.
Yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
- Harta Warisan.
Yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.
F. Syarat-syarat Waris
Syarat-syarat waris juga ada tiga:
1. Meninggalnya seorang pewaris, baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki ataupun secara hukum ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaannya. Sebagai contoh, orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah meninggal.
Hal ini harus diketahui secara pasti, karena bagaimanapun keadaannya, manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, kecuali setelah ia meninggal.
- Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syari’at benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi.
Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golongan yang berhak saling mewarisi meninggal dalam satu peritiwa atau dalam keadaan yang berlainan tatapi tidak diketahui mana yang lebih dahulu meninggal maka di antara mereka tidak dapat saling mewarisi harta yang mereka miliki ketika masih hidup. Hal seperti ini oleh kalangan fuqaha digambarkan seperti orang yang sama-sama meninggal dalam suatu kecelakaan kendaraan, tertimpa puing, atau tenggelam. Para fuqaha menyatakan, mereka adalah golongan orang yang tidak dapat saling mewarisi.
- Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat, dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diketahui kepada masing-masing ahli waris. Sebab, dalam hukum waris perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. Misalnya, kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi harus dinyatakan apakah ia sebagai saudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu. Mereka masing-masing mempunyai hukum bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai ahlul furudh, ada yang karena ‘ashabah, ada yang terhalang hingga tidak mendapatkan warisannya (mahjub), serta ada yang tidak terhalang.
G. Cara Pembagian Warisan
Sebelum membahas cara membagi warisan, terlebih dahulu harus diketahui siapa saja yang berhak mendapat warisan dan siapa yang tidak berhak. Untuk memperjelas itu semua, berikut ini akan ditampilkan diagram waris:
Kakek (PII) + Nenek
Paman (V) + Bibi Bapak (II) + Ibu
Saudara lk (III) /pr. Ahmad Istri (siti)
Keponakan lk (IV) /pr Anak lk (I) + Anak pr.
Cucu lk (PI) + cucu pr.
Catatan:
- Sistem waris Islam menganut sistem patriarkhi (kebapakan). Artinya Penguasaan waris ada di tangan para kaum laki-laki, yang dalam istilah waris dinamakan “Ashabah”. Mereka secara berurutan adalah anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, bapak, kakek dari bapak, saudara kandung/sebapak laki-laki, keponakan dari saudara laki-laki dan paman dari pihak bapak.
- Apabila ada anak laki-laki, maka yang mendapat waris hanyalah mereka yang ada dalam kotak; yaitu anak perempuan, bapak, ibu dan suami/istri.
- Sebelum harta waris dibagi, terlebih dahulu harus dipotong hutang al-marhum, wasiat dan biaya penguburan. Selain itu, terlebih dahulu juga harus dibagi harta “gono-gini”.
- Harta gono-gini adalah pemisahan harta pra nikah dan pasca nikah. Harta pra nikah adalah harta pribadi masing-masing suami-istri. Sedangkan harta pasca nikah adalah harta milik bersama suami-istri.
- Apabila istri meninggal, maka yang menjadi harta waris adalah harta istri pra nikah dan separuh harta pasca nikah. Sedangkan harta suami pra nikah dan separuh harta bersama harus dikembalikan kepada suami. Dengan demikian suami mendapat hartanya pra nikah, separuh harta pasca nikah dan bagian waris sesuai dengan ketentuan. Begitu juga sebaliknya.
Pembagian Masing-Masing Ahli Waris
- Anak Laki-laki è ‘Ashabah
- Anak Perempuan è ‘Ashabah bila bersama anak laki-laki 1: 2
è ½ Apabila seorang diri
è 2/3 Apabila dua orang atau lebih
- Cucu Laki-laki è ‘Ashabah apabila tidak ada anak
è tidak dapat apa-apa bila ada anak
- Cucu Perempuan è ‘Ashabah bila bersama cucu laki dan tidak ada anak
è ½ bila seorang diri dan tidak ada anak
è 2/3 bila dua orang atau lebih dan tidak ada anak
è tidak dapat apa-apa bila ada anak
- Bapak è ‘Ashabah bila tidak ada ashabah anak atau cucu.
è 1/6 bila ada ashabah anak atau cucu laki.
- Ibu è 1/3 bila tidak ada anak atau cucu
è 1/6 bila ada anak atau cucu
- Kakek è ‘Ashabah bila tidak ada ashabah bapak, anak, cucu laki.
è 1/6 apabila ada anak, cucu dan tidak ada bapak
è tidak dapat apa-apa bila ada bapak
- Nenek è 1/3 bila tidak ada anak, cucu dan ibu
è 1/6 bila ada anak, cucu dan tidak ada ibu
è tidak dapat apa-apa bila ada ibu.
- Suami è ½ bila tidak ada anak atau cucu
è ¼ bila ada anak atau cucu
- Istri è ¼ bila tidak ada anak atau cucu
è 1/8 bila ada anak atau cucu.
Ahli waris lainnya akan dijelaskan pada kesempatan lain.
Contoh penerapannya.
Seorang istri meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah harta. Setelah dipotong untuk hutang, wasiat, biaya penguburan dan gono-gini, hartanya tinggal 30 juta. Sementara itu dia meninggalkan ahli waris: 1 anak laki-laki, dua anak perempuan, bapak, ibu, kakek, satu cucu, 2 saudara perempuan, suami dan nenek.
Perhitungannya demikian:
1. Anak laki-laki mendapat ‘Ashabah (A)
2. Dua anak perempuan mendapat ‘ashabah bersama dengan anak laki-laki (A)
3. Bapak mendapat 1/6 karena ada ‘ashabah dari anak laki-laki
- Ibu mendapat 1/6 karena ada anak
- Kakek tidak dapat apa-apa karena ada bapak (0)
- Cucu tidak mendapat apa-apa karena ada anak (0)
- Dua saudara perempuan tidak dapat apa-apa karena ada anak (0)
- Suami mendapat ¼ karena ada anak
- Nenek tidak mendapat apa-apa karena ada ibu (0)
Setelah itu mencari penyebut yang bisa dibagi untuk masing-masing bagian, dan penyebut tersebut adalah 12.
1. Satu anak laki-laki A è 5 bersama-sama dengan anak perempuan.
2. Dua anak Perempuan A è
3. Bapak 1/6 è 2
4. Ibu 1/6 è 2
5. Kakek 0 è 0
6. Cucu 0 è 0
7. Dua Saudara pr. 0 è 0
8. Suami ¼ è 3
9. Nenek 0 è 0
Dari hitungan tersebut, jelaslah ahli waris yang mendapat bagian hanyalah:
- Anak laki-laki dan dua anak perempuan secara bersama-sama mendapat 5/12 x Rp. 30.000.000 = Rp. 12.500.000
- Bapak mendapat 2/12 x Rp. 30.000.000 = 5.000.000
- Ibu mendapat 2/12 x Rp. 30.000.000 = 5.000.000
- Suami mendapat 3/12 x Rp. 30.000.000 = 7.500.000
Jadi 1 anak laki-laki mendapat 6.250.000
2 anak perempuan, masing-masing mendapat 3.125.000
H. Hal-hal yang Perlu Didiskusikan dalam Kelas
Sistem waris Islam adalah satu-satunya hukum yang paling lengkap disebutkan di dalam al-Qur’an. Ilmu ini ditengarai sebagai ilmu Islam yang ditemukan umat Islam yang berbeda dengan sistem waris jahiliyah sebelumnya. Namun demikian, sebagian pemikir Islam, baik dari kalangan muslim maupun orientalis, melihat bahwa sistem waris Islam yang sering disebut ilmu al-faraidl tersebut perlu dilihat kembali berkaitan dengan kondisi masyarakat sekarang dan di Indonesia misalnya Munawir Sadjali menawarkan “reaktualisasi”.
Karena itu perlu didiskusikan agak mendalam, terutama mengenai:
- Sejarah Timbulnya Ilmu al-Faraidl
- Pembagian Laki-laki Seperti Dua Bagian Perempuan
- Wasiat Wajib
- Sistem Waris Islam itu Penunjukan ataukah Perhitungan Matematis
- Pembagian Waris yang Berasal dari Ijtihad para Sahabat
- Pembagian harta waris gono-gini, dll.
Backlink here.. Description: SISTEM WARIS ISLAM Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: SISTEM WARIS ISLAM
Shares News
-
05.30
Tags:
materi kuliah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Share your views...
3 Respones to "SISTEM WARIS ISLAM"
If you are in a not good position and have no cash to go out from that, you will have to receive the credit loans. Just because it will help you unquestionably. I take secured loan every time I need and feel myself OK just because of this.
6 Juni 2012 pukul 10.01
People in the world receive the business loans from various creditors, because that's comfortable.
20 Juli 2012 pukul 14.43
If you want to buy a car, you will have to receive the personal loans. Moreover, my brother commonly utilizes a car loan, which is really reliable.
3 September 2012 pukul 20.03
Posting Komentar